Dedi Mulyadi Temukan Buruh Tani di Karawang Mendapat Upah Rendah
Dedi Mulyadi saat berbincang-bincang dengan emak-emak dari buruh tani di Karawang.--ANTARA/HO-Dok Dedi Mulyadi
RADAR JABAR - Dedi Mulyadi, mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, menemukan bahwa buruh tani dari kalangan emak-emak di daerah lumbung padi, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, mendapatkan upah kecil setelah berkerja seharian di sawah.
"Kondisi itu tentu menyedihkan, karena mereka bekerja sebagai buruh tani di bawah terik matahari. Mereka bekerja seharian dari pagi sampai sore," ujar Dedi Mulyadi saat berdiskusi dengan para emak-emak yang bekerja sebagai buruh tani di wilayah Telukjambe, Karawang, pada hari Selasa (19/3)
Ketika melakukan kunjungan di wilayah Karawang, Dedi Mulyadi secara tidak sengaja bertemu dengan sekelompok emak-emak di area sawah di sekitar Telukjambe, Karawang.
Para emak-emak tersebut sedang berjalan di sepanjang pematang sawah sambil membawa beberapa peralatan yang biasa digunakan dalam pekerjaan mereka. Ternyata mereka baru saja selesai bekerja di satu sawah milik orang lain.
Salah satu dari mereka mengungkapkan bahwa mereka biasanya bekerja dari pukul 7.00 pagi hingga sore sekitar pukul 16.00. Diketahui bahwa upah yang diterima sangat minim, hanya sebesar Rp 50 ribu per hari.
BACA JUGA:Pemkab Garut Siapkan 5.973 Pendamping Keluarga Demi Tangani Stunting
Tidak hanya itu, selama bulan puasa seperti ini, uang mereka banyak habis di jalan karena tidak sempat memasak sehingga mereka harus menggunakan upah yang mereka dapatkan untuk membeli makanan sebagai persiapan berbuka puasa.
Dedi merasa sangat sedih melihat nasib para buruh tani tersebut. Baginya, nasib buruh tani yang ditemuinya saat itu tidak jauh berbeda dengan nasib mereka yang memiliki pekerjaan yang sama di berbagai daerah di Indonesia.
BACA JUGA:Jatah Kursi Gerindra di DPRD Kuningan Gerindra Turun pada Pilpres 2024
“Jadi sudah kerja dari pagi sampai sore hanya dapat Rp50 ribu, tidak ada makan makan atau uang makan juga,” ujarnya.
Dedi Mulyadi juga dapat merasakan perjuangan yang dilakukan para emak-emak tersebut karena menanam padi tidak semudah memasak nasi untuk dimakan.
“Sudah susah (menanam padi), belum tentu juga hasil. Bisa gagal panen gara-gara hama atau busuk kebanjiran,” tambahnya.
Sumber: antara