Kemenag Sebut Sidang Isbat sebagai Platform Kolaboratif Dalam Proses Pengambilan Keputusan
Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Adib.--ANTARA/HO-Kemenag
RADAR JABAR - Kementerian Agama mengungkapkan bahwa sidang isbat, yang diadakan setiap tahun untuk menetapkan kalender Islam (Hijriah), merupakan wadah kolaborasi antara Ormas Islam, ulama, ahli falak, serta pakar astronomi dalam proses pengambilan keputusan.
"Sidang isbat dibutuhkan sebagai forum bersama mengambil keputusan. Ini diperlukan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan acuan bagi umat Islam untuk mengawali puasa Ramadhan dan Lebaran," kata Adib, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, di Jakarta, pada hari Jumat (8/3).
Adib menjelaskan bahwa Kemenag secara rutin mengadakan sidang isbat (penetapan) untuk awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah sejak dekade 1950-an, dengan beberapa sumber yang menyebutkan dimulainya pada tahun 1962.
BACA JUGA:Presiden Verifikasi Ketersediaan Stok Beras Memadai untuk Bulan Ramadhan
Selanjutnya, MUI mengeluarkan Keputusan Fatwa No 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah. Salah satu keputusan dalam fatwa tersebut adalah bahwa penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI, yang diwakili oleh Menteri Agama, dan berlaku secara nasional.
Adib menekankan pentingnya sidang isbat karena Indonesia bukanlah negara agama atau sekuler. Indonesia tidak dapat menyerahkan sepenuhnya urusan agama kepada individu atau kelompok. Sidang isbat menjadi penting karena ada berbagai Ormas Islam di Indonesia yang memiliki metode dan standar masing-masing dalam menetapkan awal bulan Hijriyah.
"Tidak jarang pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan," ujarnya.
BACA JUGA:7 Cara Menjaga Keharmonisan Suami Istri di Bulan Ramadhan
Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah bagi ulama, pakar astronomi, dan ahli ilmu falak dari berbagai Ormas Islam serta instansi terkait untuk menetapkan awal bulan Hijriah.
Sidang tersebut dihadiri oleh Duta Besar Negara Sahabat, Ketua Komisi VIII DPR RI, Perwakilan Mahkamah Agung, Perwakilan MUI, Perwakilan BMKG, Perwakilan BIG, Perwakilan BRIN, dan pihak lainnya.
"Hasil musyawarah dalam sidang isbat ditetapkan oleh Menteri Agama agar mendapatkan kekuatan hukum. Jadi, bukan pemerintah yang menentukan jatuhnya awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah. Pemerintah hanya menetapkan hasil musyawarah para pihak yang terlibat dalam sidang isbat," kata Adib.
BACA JUGA:5 Rekomendasi Film yang Cocok Ditonton Saat Puasa Ramadhan
Adib menegaskan bahwa peran pemerintah dalam sidang isbat adalah memfasilitasi Ormas Islam dan pihak terkait untuk melakukan musyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama untuk memiliki kekuatan hukum yang dapat diikuti oleh masyarakat.
Adib juga mencatat bahwa proses sidang isbat untuk menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah tidak hanya dilakukan di Indonesia, tetapi juga dilakukan oleh negara-negara Arab setelah menerima laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau individu yang telah diverifikasi dan diakui sah oleh Majlis Hakim Tinggi.
Sumber: antara