WHO Nyatakan Risiko Kesehatan Global dari COVID-19 Masih Tinggi
Ilustrasi virus Covid-19--Freepik/kjpargeter
RADAR JABAR - Maria Van Kerkhove, ahli kesiapsiagaan pandemi dari WHO, menyampaikan bahwa meskipun angka kematian akibat COVID-19 telah menurun signifikan dibandingkan dua tahun sebelumnya, risiko kesehatan masyarakat global yang disebabkan oleh virus ini masih tinggi dan seringkali tidak terdeteksi.
"Risiko kesehatan masyarakat akibat COVID-19 tetap tinggi, dan ini terjadi secara global. Kita memiliki patogen beredar di seluruh dunia," kata Dr. Van Kerkhove, kepala divisi pencegahan epidemi dan pandemi di WHO, saat konferensi pers PBB.
"Data berdasarkan kasus yang dilaporkan ke WHO bukanlah indikator yang dapat diandalkan, dan ini belum menjadi indikator yang dapat diandalkan selama beberapa tahun hingga saat ini." tambahnya
Data dari beberapa negara bisa menunjukkan bahwa virus sudah tidak ada lagi, tetapi kenyataannya berbeda.
BACA JUGA:Houthi Bertekad Targetkan Kapal-kapal Israel Meskipun Dihadapi Serangan dari AS dan Inggris
Menurut data WHO, jumlah kasus COVID-19 yang dilaporkan secara global dalam 28 hari terakhir adalah 286.562 kasus, dengan total kematian selama lebih dari dua tahun mencapai lebih dari tujuh juta.
Van Kerkhove menekankan bahwa jumlah kasus sebenarnya bisa jadi dua hingga 19 kali lebih tinggi dari yang dilaporkan.
"Jadi, virus ini beredar. Dan hal yang sulit saat ini adalah virus itu terus berkembang," ungkapnya, dua tahun setelah munculnya COVID-19. “Kita mempunyai virus yang akan terus berubah jika kita membiarkannya menyebar dengan cepat”.
Sementara itu, jumlah kematian karena COVID-19 menurun secara drastis dari puncaknya beberapa tahun yang lalu, tetapi masih terdapat sekitar 10 ribu kematian per bulan.
BACA JUGA:Angkatan Laut Iran Tangkap Kapal Tanker Minyak Milik AS
"Dan itu berdasarkan data dari hanya 50 negara. Dari 10 ribu kematian yang dilaporkan pada Desember, lebih dari separuhnya dilaporkan terjadi di Amerika Serikat, dan seribu dari Italia," tuturnya.
Van Kerkhove menambahkan bahwa WHO tidak dapat melacak jumlah kematian di seluruh dunia karena tidak semua negara melaporkannya.
“Tetapi itu tidak berarti bahwa tidak ada pasien meninggal," ujarnya.
“Kami mengalami peningkatan rawat inap dan perawatan intensif (ICU) masing-masing sebesar 42 persen dan 62 persen, jika kita melihat data dari Desember dibandingkan dengan pada November,” terang Van Kerkhove, yang juga menyebut bahwa angka tersebut tidak termasuk data dari Januari.
Sumber: antara