JPU KPK Hadirkan Dua Saksi Pada Sidang Perdana Pemeriksaan Saksi Rafael Alun

JPU KPK Hadirkan Dua Saksi Pada Sidang Perdana Pemeriksaan Saksi Rafael Alun

JPU KPK Hadirkan Dua Saksi Pada Sidang Perdana Pemeriksaan Saksi Rafael Alun-Sidang lanjutan terhadap terdakwa mantan pejabat DJP Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/9)-ANTARA/Fath Putra Mulya

RADAR JABAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil dua saksi dalam sidang lanjutan yang berfokus pada pemeriksaan mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo (RAT), yang saat ini menjadi terdakwa.

Dua saksi tersebut ialah Bachri Marzuki, mantan sekretaris perusahaan (sekper) PT Airfast Indonesia, dan Ary Fadilah, mantan spesialis pajak PT Artha Mega Ekadhana (PT Arme) yang dijelaskan oleh Jaksa.

"Sedianya, kami memanggil empat orang saksi, Yang Mulia. Namun, yang hari ini hadir dua orang. Saksi atas nama Bachri Marzuki dan atas nama Ary Fadilah silakan masuk ruang persidangan" ujar JPU KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (25/9).

Saksi yang dihadirkan merupakan pihak dari PT ARME, yang merupakan perusahaan konsultan pajak yang dimiliki oleh terdakwa Rafael Alun. Selain itu, salah satu saksi merupakan klien dari perusahaan tersebut yang juga seorang wajib pajak.

BACA JUGA:JPU KPK Tuntut Lukas Enembe Selama 10,5 Tahun Penjara Atas Dugaan Suap dan Gratifikasi

"Saksi ini adalah dari PT Arme yang merupakan perusahaan konsultan pajak dan salah satunya, saksi satunya, adalah wajib pajak yang menjadi klien PT Arme" jelas Jaksa ketika menjawab pertanyaan dari penasihat hukum terdakwa Rafael Alun.

Diketahui bahwa Penasihat hukum terdakwa RAT mempertanyakan kapasitas saksi yang dihadirkan karena tidak sesuai berdasarkan Pasal 160 ayat (1) KUHAP bahwa saksi pertama kali didengarkan keterangannya yaitu saksi korban. Ia meninta penjelasan dari JPU KPK mengenai implementasi dari Pasal 160 ayat 1 KUHAP tersebut.

"Kami minta penjelasan dari JPU KPK bagaimana implementasi (Pasal) 160 ayat 1 (KUHAP) tersebut? Dan kenapa tidak dihadirkan pertama kali sesuai dengan Pasal 160 ayat 1?" tanya penasihat hukum terdakwa RAT.

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Suparman Nyompa menjelaskan bahwa aturan tersebut berlaku untuk perkara yang menyangkut kejahatan terhadap jiwa atau harta benda. Sedangkan kasus dugaan korupsi yang didakwakan terhadap RAT berbeda.

BACA JUGA:KPK Periksa Saksi Direktur Kesiapsiagaan Basarnas Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Truk Angkut Personel

"Jadi, ini tadi yang disampaikan oleh penasihat hukum terdakwa itu maksudnya saksi korban ini, kalau itu menyangkut kejahatan terhadap jiwa atau harta benda. Ini kan tindak pidana korupsi, berbeda" ujar Suparman.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menolak eksepsi atau nota keberatan dari terdakwa Rafael Alun. Majelis hakim berpendapat bahwa keberatan penasihat hukum terdakwa tidak memiliki dasar hukum karena surat dakwaan JPU KPK telah memenuhi persyaratan formal dan materi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima" ujar Suparman dalam persidangan pembacaan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/9).

Dalam perkara ini, jaksa KPK telah mendakwa Rafael Alun Trisambodo menerima gratifikasi senilai Rp16,6 miliar. Dinyatakan juga bahwa gratifikasi tersebut diterima oleh Rafael Alun beserta dengan Ernie Meike Torondek yang merupakan istrinya yang merupakan saksi dalam perkara dugaan gratifikasi tersebut.

Sumber: