Pengamat Ekonomi Sebut Wacana Kenaikan BBM Tak Kunjung Diterapkan karena Berkaitan dengan Tahun Politis
Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi.-Istimewa-
BANDUNG – Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan, Acuviarta Kartabi, menduga bahwa wacana mengenai kenaikan BBM tidak kunjung diterapkan karena pemerintah menyambut tahun politis.
Padahal, saat ini Pemerintah Indonesia sedang dihadapkan dengan situasi yang cukup rumit.
Pasalnya, subsidi BBM yang dikucurkan pemerintah sudah cukup membebani APBN. Harga minyak di asumsi APBN berada di angka US$ 63-73 perbarel, sedangkan harga minyak sejak Januari hingga Juli sudah berada di angka US$ 105 perbarel.
“Tentu saya kira tidak dinaikannya (BBM) ini, karena pertimbangan tahun politis. Pemerintah tahu kalau dinaikkan itu akan jadi persoalan besar dimana seperti sebelumnya akan ada penolakan dari masyarakat, seperti demo. Lalu menyebabkan situasi menjelang politik tidak kondusif,” ujarnya kepada Jabar Ekspres belum lama ini.
Acu berharap, pemerintah memberikan keputusan yang pasti kepada rakyat dan tidak hanya menyebarkan wacana. Sementara, tidak ada perubahan dari sisi kebijakan yang ditempuh pemerintah. Seperti ketika Menteri Inventarisasi Bahlil Lahadalia, mengajak rakyat bersiap untuk kenaikan BBM.
“Karena ini kejadiannya sama seperti menteri pertanian memberi statement harga mie instan akan naik tiga kali lipat dan akhirnya dibantah. Jadi menurut saya, pemerintah itu jangan mewacanakan sesuatu yang menimbulkan kepanikan,” tegas Acu.
Narasi yang dibangun bahwa masyarakat harus bersiap, ujarnya, merupakan sebuah konsekuensi. Karena kendaraan terus bertambah, sedangkan transportasi publik yang dimiliki pemerintah masih sangat terbatas. Menurut Acu, hal ini yang harus mendapat perhatian khusus.
“Saya pikir kita sudah cukup lama mengabaikan bagaimana pengembangan transportasi publik, terutama dalam rangka mengurangi konsumsi BBM,” papar Acu.
Pemerintah, kata dia, harus melakukan evaluasi ulang jadwal dari proyek-proyek yang tidak mendesak. Seperti, rencana pemindahan ibu kota. Sehingga bisa menaruh perhatian penuh kepada pengendalian dampak kenaikan minyak dunia itu terhadap harga BBM.
“Karena implikasi ekonominya sangat besar. Sekarang tingkat inflasi saja sangat tinggi oleh komoditas pangan, termasuk dengan gas. Kita sekarang disibukkan lagi dengan BBM. Kalau itu jadi untuk ditempuh, ya itu saya kira beban masyarakat itu sangat besar, dan saya kira sense of crisis di level kementerian dan sebagainya itu belum nampak,” terang Acu.
Menurutnya, isu strategis yang perlu dilakukan adalah bagaimana refocusing dilakukan dengan menunjukan sense of crisis. Sebab, beban daripada APBN itu secara otomatis meningkat. Refocusing anggaran harus segera dilakukan saat berhadapan dengan lonjakan belanja APBN.
“Ini saya kira tidak nampak di daerah-daerah. Menurut saya, kondisi ini cenderung agak terabaikan dan lebih banyak kepada urusan-urusan yang bersifat politis,” tutur Acu. (arv)
Sumber: