Perkuat Sinergi Stakeholder, Perpusnas Dorong Literasi Guna Sejahterakan Masyarakat

Perkuat Sinergi Stakeholder, Perpusnas Dorong Literasi Guna Sejahterakan Masyarakat

Tujuh Belas Stakeholder hadir dalam meeting provinsi pembahasan Program Tranformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, di Mercure Hotel Bandung, Jalan Lengkong Besar, Rabu (28/7). -(Foto: Arvy/Jabar Ekspres)-

Radarjabar.disway.id, BANDUNG - Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) menggelar Stakeholder Meeting (SHM) Provinsi tahun 2022 pada Rabu (28/7) di Mercure Hotel Bandung.

Tujuh belas stakeholder hadir guna membahas Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial yang sejak tahun 2020 lalu telah menjadi program prioritas nasional dan dimasukkan dalam RPJMN 2020-2024.

Kolaborasi dan sinergi yang bisa dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak dan mendorong tugas pokok dan fungsi ataupun tujuan dari setiap stakeholder.

Adapun kolaborasi yang bisa diberikan dapat berupa kerjasama program, sumber daya manusia, barang dan material.

"Pembukaan UUD 1945, mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS, September 2021)," ujar Kepala Perpustakaan Nasional RI Muhammad Syarif Bando dalam sambutan tertulisnya.

Literasi, tutur Brando, diyakini oleh banyak kalangan mempunyai peranan penting dalam mendorong kesejahteraan masyarakat.

Oleh sebab itu, penguatan literasi menjadi salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi angka kemiskinan.

"Literasi seringkali dikaitkan dengan pendidikan. Tetapi, lewat test internasional yang pernah dilakukan, data menunjukan bahwa lebih dari 55 persen orang Indonesia yang telah menyelesaikan pendidikan masih mengalami functionally illiterate," tutur Brando.

"Suatu keadaan terbatasnya kemampuan mengelola kehidupan dan pekerjaan sehari-hari akibat dari rendahnya kemampuan membaca dan menulis. Oleh karenanya, literasi melalui pendidikan sekolah perlu dilengkapi dengan pendekatan program adult literacy (literasi untuk orang dewasa)," sambungnya.

Merujuk pada Undang-undang No. 43 tahun 2007, perpustakaan memilki peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, memiliki hak untuk mendapatkan layanan dan mendayagunakan fasilitas perpustakaan.

"Selain sebagai wahana pembelajaran sepanjang hayat, perpustakaan juga berfungsi sebagai tempat belajar masyarakat, wahana dalam mencari informasi dan rekreasi. Perpustakaan tidak hanya mencerdaskan tetapi juga memberdayakan masyarakat sehingga memberi manfaat yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas dan taraf hidup mereka," ungkap Brando.

Peningkatan literasi masyarakat Indonesia memasuki fase yang sangat penting, dimana di era Revolusi Industri 4.0 dibutuhkan SDM dengan literasi yang baik. Menurut data, nilai budaya literasi masyarakat indonesia pada 2019 masih berada di angka 59,11 sementara target di 2024 mencapai 71,04.

Transformasi perpustakaan merupakan upaya untuk membangun literasi masyarakat dan terbukti melalui transformasi layanan perpustakaan berbasis  inklusi sosial, tingkat literasi terus meningkat. Tak hanya itu, program yang berjalan sejak 2018 ini melibatkan 32 provinsi, 160 kabupaten dan 1250 desa.

Masih dalam acara yang sama, Ahmad Hadadi Kepala Dinas Dispusipda Jabar mengatakan bahwa pemerihtah harus hadir berikan keberpihakan pada masyarakat. Perpusnas hadir dengan informasi dan buku-buku untuk segala ranah lapangan kehidupan.

“Perpustakaan harus hadir agar masyarakat lebih sejahtera secara ekonomi, sosial, politik. Kalau masyarakat lebih literal, sutuasi nasional bisa dihadapkan dengan kedewasaan,” tutur Ahmad.

Dalam ranah ekonomi, kata dia, masyarakat bisa penuh dengan ketenangan melakukan rekonstruksi. Masyarakat yang teredukasi dalam teknologi dapat menerapkan ilmu literasi pada bidang bisnis, wisata, kuliner melalui kanal sosial media .

Merujuk pada data yang diperoleh, sebanyak 26,50 juta penduduk Indonesia dikategorikan sebagai penduduk miskin. Data dari Badan Pusat Statistik juga menunjukkan angka kemiskinan di pedesaan lebih tinggi dari angka kemiskinan di daerah perkotaan.

Ahmad menuturkan, literasi harus memasuki seluruh kehidupan masyarakat Indonesia termasuk  masyarakat agraris. Sehingga bisa turut menikmati hadirnya literasi di ranah pertanian. Menurutnya, stakeholder perlu menghasilkan contoh sukses yang bisa menjadi acuan masyarakat.

“Sehingga masyarakat bisa menduplikasi. Kita ingin program bapak ibu (stakeholder) lebih konkrit. Kami siap memberikan hasil riset kekinian untuk menjadi supply berbagai informasi,” ungkapnya.

Pertemuan stakeholder Meeting (SHM) di tingkat provinsi ini merupakan bagian dari upaya menciptakan ekosistem pendukung bagi pelaksanaan program di level provinsi, kabupaten & desa.

Ekosistem pendukung yang diharapkan dapat memastikan tersedianya landasan kebijakan yang dibutuhkan bagi pelaksanaan program di daerah, terbentuknya kerjasama dan jejaring antara perpustakaan daerah dengan pemangku kepentingan; dan terjadinya perluasaan program melalui replikasi transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial secara mandiri dan  berkelanjutan.

Bila ekosistem sudah berjalan baik, maka peran seluruh pemangku kepentingan akan jelas dan saling  terkait satu  sama  lain serta  saling  bersinergi hingga proses membangun sumber daya manusia melalui penguatan literasi dalam transformasi perpustakaan akan berkelanjutan dan berkontribusi optimal dalam meningkatkan kualitas sumber daya dan kesejahteraan masyarakat.*** (Arv)

 

Sumber: jabarekspres.com