MUI Kota Bandung Buka Suara soal Kelompok Khilafatul Muslimin
Ketua MUI Kota Bandung Prof. Dr. KH. Miftah Faridl (Arvi/Jabar Ekspres)--
BANDUNG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung buka suara atas keberadaan kelompok pendukung ideologi khilafah, yang menamakan diri sebagai Khilafatul Muslimin. Kelompok tersebut telah terlacak di berbagai wilayah, seperti Medan, Jakarta, Cimahi, Semarang, Garut dan Bandung.
Ketua MUI Kota Bandung Prof. Dr. KH. Miftah Faridl, mengatakan kelompok apapun yang bersangkutan dengan perubahan konstitusi NKRI harus dihindari.
"Sepanjang hanya pendapat dan pemikiran tentunya, kalau menurut hemat saya ditoleril. Tetapi kalau diekspesikan dalam wujud perubahan konstitusi yang sudah disepakati tentu harus dihindari, sebab ini NKRI yang sudah dibangun lama. Harus kita utuh dalam konsensus UUD 1945," ujarnya kepada Jabar Ekspres, di Kantor MUI Kota Bandung, Jalan Sadang Serang No.13.
Sementara terkait kata khilafah, beber Miftah, sudah ada dalam Al Quran. Tetapi dalam Al Quran berarti sebagai wali Allah. Adam disebut Khalifah fil Ardhi. Kemudian setelah Rasul wafat, pengganti Nabi juga disebut khalifah Abu Bakar, Umar.
"Dilanjutkan walaupun pemerintahan Islam sudah berubah ke lebih yang demokratis karena dipilih, tapi kemudian menjadi monarki 100 tahun ummayah, 100 tahun abasiyah, nah ini mereka menggunakan kata-kata khilafah," ungkapnya.
Inti dari penjelasan tersebut, bebernya, sejatinya orang yang memiliki pendapat adanya khilafah sebaiknya ditoleransi sepanjang bukan teroris dan tidak berniat mencederai NKRI.
"Orang yang mempunyai pendapat tentang adanya khilafah sepanjang betul-betul bukan teroris, menurut hemat saya sebaiknya ditoleransi saja. Tetapi kalau pemikiran khilafah itu dapat mengubah kesepakatan kita dengan berbagai macam ujian dalam perjalanan hidupnya, mestinya kurang pas," tuturnya.
"Sebaiknya menjalankan ajaran Islam apa yang bisa kita lakukan hal-hal yang berkaitan dengan ibadah, norma-norma etika bermasyarakat tidak bertentangan dengan Islam, tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," sambungnya.
Ia menegaskan, bentuk organisasi apapun bisa diberi kesempatan, jika berisi Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. "Apalagi kalau kekhilafahan dipahami dengan monarcy tentu tidak sesuai," paparnya.
Kelompok islam yang berniat mengubah konstitusi, tidak Pancasila. Sedangkan, Miftah mengatakan bahwa Pancasila itu Islami. Ia turut meluruskan pada masyarakat bahwa paham khilafah bukan terorisme. "Entah dibuat opini atau entah salah karena salah menyikapi sampai diidentikan orang-orang yang memiliki paham khilafah itu dijadikan teroris. Islam tidak mengenal terorisme," imbuhnya.
Yang jelas, tuturnya, Al-Quran mengajarkan bahwa perjuangan Islam itu harus membebaskan orang yang ekonomi lemah, dan membebaskan orang-orang yang terdzalimi. "Itu misi Islam. Termasuk orang yang memegang Pancasila maka harus memperjuangkan misi itu. Membangun kesejahteraan, membangun keadilan," terang Miftah.
Miftah menambahkan, jika ada hal-hal yang bertentangan tentang prinsip-prinsip keimanan dan keislaman pihaknya biasanya mendapat informasi, tapi sejauh pihaknya belum mendengar laporan dari hal-hal yang berkaitan dengan kelompok khilafatul muslimin.
Lebih lanjut, ia mengimbau kepada masyarakat untuk tetap melaksanakan ajaran Islam, dan konsisten dengan kesepakatan bahwa negeri ini adalah NKRI.
"Itu yang mewujudkannya adalah tokoh Islam, Muhammad Natsir. Kemudian yang kedua, lebih baik kita konsentrasi untuk membebaskan rakyat dari problem ekonomi, kebodohan, dan akhlak yang baik," tandasnya. (arv)
Sumber: