Apakah Cuaca Ekstrim Disebabkan oleh Krisis Iklim?
Apakah Cuaca Ekstrim Disebabkan oleh Krisis Iklim?-(Foto: Stockvault)-
Radarjabar.disway.id — Krisis iklim itu nyata. Sudah banyak bukti. Ia adalah hal yang darurat bagi keberlangsungan manusia di muka bumi. PBB bahkan mengatakan bahwa menangani krisis iklim adalah "now or never".
Laporan terbaru menunjukkan bahwa krisis iklim telah menjadi penyebab mencairnya gunungan-gunungan es di Antartika. (Baca selengkapnya di sini)
Tidak hanya itu, krisis iklim juga sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dengan kata lain, ia juga sudah ada dan mempengaruhi cuaca di sekitar kita.
Apakah krisis iklim memang menjadi penyebab berubahnya cuaca? Jawabannya adalah iya.
Lebih dari itu, krisis iklim mengakibatkan cuaca menjadi lebih buruk. Buruk bagi siapa? Bagi kita semua, tentu saja. Begitulah kata Spencer Weart, seorang sejarawan dan mantan direktur Center for History of Physics di American Institute of Physics, College Park, Maryland, kepada Live Science, Senin (30/5/2022).
Krisis iklim bukan hanya terjadi sekarang saja. Dulu juga begitu. Kita ingat zaman dinosaurus yang remuk akibat iklim yang sangat ekstrim.
Namun yang terjadi pada zaman prasejarah adalah proses alamiah. Nature deserved that. Itulah yang membedakan krisis iklim pada zaman Triassic atau Cretaceous, misalnya.
Lantas, bagaimana dengan perubahan iklim di zaman kita sekarang?
Berdasarkan catatan modern, alam tidak campur tangan, atau setidaknya tidak banyak, atas krisis iklim di zaman sekarang, yang konon serba berkemajuan. Kemajuan teknologi, ketika banyak hal bisa ditangani dengan sat-set-sat-set.
Tapi, kemajuan ada harganya. Mahal pula. Adalah krisis iklim jawabannya.
Laporan IPCC beberapa bulan kemarin adalah ujian. Kehidupan dan kemajuan manusia yang dibangun di atas bahan bakar fosil harus segera ditinggalkan, atau setidaknya dipangkas sesuai target pengurangan emisi dalam jangka beberapa tahun mendatang.
Tapi, pertanyaan yang sah tentu saja, kenapa bahan bakar fosil begitu sangat bermasalah?
Dengan membakar bahan bakar fosil, manusia mengirimkan karbon dioksida yang memerangkap panas dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Hal itu kemudian menjadi penyebab bagian peningkatan temperatur global.
Data eksperimental dan model iklim menunjukkan pemanasan ini akan memengaruhi cuaca dalam berbagai cara, membuatnya lebih panas dan lebih dingin, lebih ekstrim, lebih kacau dan dengan kata lain, "lebih buruk."
Misalnya, saat dunia menjadi lebih hangat, lebih banyak air menguap dari permukaan area kering dan meningkatkan curah hujan di area basah, menurut Weart.
Dengan kata lain, daerah kering semakin kering dan daerah basah semakin basah. Lebih banyak uap air di atmosfer di planet yang memanas juga dapat menyebabkan turunnya salju yang lebih lebat selama musim dingin.
Pada 2018, suatu peristiwa cuaca yang ganas terjadi di Jepang, yakni gelombang panas. Ia menewaskan lebih dari 1.000 orang. Peristiwa itu, Steven Weart memprediksi, akan menjadi hal yang umum.
Para ilmuwan pernah melakukan penelitian dan menemukan bahwa gelombang panas tidak akan terjadi tanpa pemanasan global yang disebabkan manusia.
Dengan begitu, pemanasan global bukan hal yang terjadi begitu saja. Di sana berlaku juga hukum sebab dan akibat. Tak ada asap jika tak ada api. Tak ada gelombang panas jika tak ada pemanasan global.
Sumber: Jabar Ekspres