Kejagung Duga Pertamax Oplosan Beredar Sejak 2018, Pertamina Bantah Mengoplos

Rabu 26-02-2025,10:03 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

RADAR JABAR - Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga adanya praktik pencampuran Pertamax dengan Pertalite dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023. Berdasarkan keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite, lalu mencampurnya di depo atau storage untuk dijadikan Pertamax.

PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa tidak ada campuran antara BBM jenis Pertamax dan Pertalite, serta memastikan bahwa Pertamax yang dipasarkan kepada masyarakat telah memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan.

“Narasi oplosan itu tidak sesuai dengan apa yang disampaikan kejaksaan,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso ketika ditemui di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa

Fadjar menyampaikan bahwa terdapat kesalahpahaman dalam menafsirkan pemaparan dari Kejaksaan Agung.

BACA JUGA:Penguatan Asta Cita Melalui MoU dengan Pertamina, Menteri Nusron: Wajib Support, Jangan Menghambat

BACA JUGA:Lepas dari Asing Setelah 80 Tahun, Pertamina Hulu Rokan Sumbang 24 Persen Produksi Minyak Nasional

Ia menjelaskan bahwa yang dipersoalkan oleh Kejaksaan Agung adalah pembelian BBM dengan RON 90 dan RON 92, bukan pencampuran Pertalite dengan Pertamax. RON 90, yang memiliki angka oktan 90, merupakan Pertalite dalam produk Pertamina, sedangkan RON 92 adalah Pertamax.

Dalam kesempatan tersebut, Fadjar menegaskan bahwa Pertamax yang beredar di masyarakat telah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Sementara itu, pemeriksaan kesesuaian spesifikasi produk yang beredar dilakukan oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing,” ucapnya.

Pernyataan tersebut menanggapi maraknya pemberitaan mengenai dugaan pencampuran Pertalite untuk dijadikan Pertamax. Kabar ini merujuk pada pernyataan Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka Riva Siahaan, selaku Direktur Utama perusahaan tersebut, melakukan pembayaran untuk BBM dengan RON 92, meskipun yang sebenarnya dibeli adalah RON 90 atau lebih rendah.

RON 90 tersebut kemudian dicampur (blending) di storage atau depo untuk meningkatkan angka oktannya menjadi RON 92, yang mana praktik tersebut tidak diperbolehkan.

Dengan demikian, berdasarkan penjelasan Fadjar, permasalahan yang disoroti adalah klaim pembelian RON 90 sebagai RON 92, sementara BBM yang beredar di masyarakat tetaplah RON 92 atau Pertamax yang sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.

Kategori :