Namun, usulan tersebut mendapat tentangan keras dari kedua negara tersebut, yang menegaskan bahwa mereka tidak akan menerima pemindahan paksa warga Palestina dari tanah mereka sendiri.
Dalam sebuah pertemuan penting yang diselenggarakan di ibu kota Mesir, Kairo, pada hari Sabtu, para menteri luar negeri dari enam negara Arab secara bulat dan tegas menyatakan penolakan mereka terhadap segala bentuk pemindahan paksa rakyat Palestina dari Gaza.
Mereka menegaskan kembali bahwa satu-satunya solusi yang adil dan berkelanjutan untuk mengakhiri konflik panjang antara Israel dan Palestina adalah dengan menerapkan solusi dua negara, di mana Palestina diakui sebagai negara merdeka yang memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya sendiri.
Usulan Trump untuk merelokasi warga Gaza muncul setelah tercapainya sebuah kesepakatan gencatan senjata antara pihak yang bertikai. Gencatan senjata ini mulai berlaku di Jalur Gaza pada tanggal 19 Januari dan untuk sementara waktu menghentikan agresi yang telah berlangsung.
Sebelumnya, serangan militer Israel terhadap Gaza dituding sebagai tindakan genosida, yang menyebabkan ribuan korban jiwa dan kehancuran besar di wilayah tersebut.
Sejak serangan besar-besaran Israel dimulai pada bulan Oktober 2023, korban jiwa di pihak Palestina telah mencapai angka yang sangat tinggi. Lebih dari 47.500 warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan yang terjadi tanpa henti, sementara infrastruktur di Gaza mengalami kerusakan parah, menjadikan wilayah tersebut hampir tidak layak huni bagi penduduk yang tersisa.
Pada bulan November 2024, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengambil langkah hukum yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, serta mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant.
Keduanya didakwa melakukan berbagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait operasi militer yang berlangsung di Gaza.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan hukum atas dugaan genosida yang diajukan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Gugatan tersebut berkaitan dengan operasi militernya di Gaza, yang telah menyebabkan jumlah korban sipil yang sangat tinggi serta kehancuran masif di wilayah tersebut.
Gugatan ini semakin memperkuat tekanan internasional terhadap Israel atas kebijakan militernya yang dinilai melanggar hukum humaniter internasional.