RADAR JABAR - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan bahwa girik, sebagai bukti kepemilikan tanah lama, tidak lagi diakui setelah suatu wilayah dinyatakan telah terdaftar sepenuhnya.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa sertipikat tanah yang telah diterbitkan lebih dari lima tahun hanya dapat dicabut atau diganti melalui keputusan pengadilan.
Menteri ATR sekaligus Kepala BPN, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa girik otomatis menjadi tidak berlaku setelah seluruh tanah di suatu wilayah terpetakan dan telah diterbitkan sertipikatnya.
"Ketika suatu kawasan sudah dinyatakan lengkap, sudah terpetakan siapa pemiliknya, dan sudah ada sertipikatnya, girik otomatis tidak berlaku lagi. Kecuali, jika ada cacat administrasi yang terbukti dalam waktu kurang dari lima tahun, maka girik masih dapat digunakan sebagai bukti," ujarnya dalam pertemuan media yang bertajuk Catatan Akhir Tahun Kementerian ATR/BPN di Aula Prona, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
BACA JUGA:Manchester United Incar Kompatriot Kakak Elijano Reijnders untuk Gantikan Andre Onana
Lebih lanjut, Menteri Nusron menegaskan bahwa jika usia sertipikat telah lebih dari lima tahun, maka persoalan hanya dapat diselesaikan melalui pengadilan. "Sertipikat tanah adalah produk hukum. Sesuai PP Nomor 18 Tahun 2021, produk hukum hanya dapat digantikan dengan produk hukum lain atas perintah pengadilan," tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT), Asnaedi, menjelaskan bahwa girik awalnya berfungsi sebagai bukti kepemilikan tanah lama berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
Undang-undang tersebut memberikan kesempatan bagi pemilik tanah untuk mendaftarkan tanah mereka. Namun, seiring berjalannya waktu dan diterbitkannya berbagai aturan tambahan, hak atas tanah yang didasarkan pada girik seharusnya tidak lagi berlaku.
"Selama ini, banyak sengketa dan konflik tanah yang berawal dari girik. Bahkan, girik seringkali menjadi celah yang dimanfaatkan oleh mafia tanah melalui dokumen palsu. Maka dari itu, penghapusan girik ini bertujuan untuk mencegah konflik di masa depan," ungkap Asnaedi.
Oleh sebab itu, dengan keberhasilan program Kabupaten/Kota Lengkap, girik kini tidak lagi relevan. "Seperti yang disampaikan oleh Pak Menteri, begitu seluruh tanah di suatu kawasan sudah lengkap dan terdaftar, girik dengan sendirinya tidak berlaku lagi," tegas Asnaedi.
Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Menteri ATR sekaligus Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, para Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama Kementerian ATR/BPN, serta 84 jurnalis dari media nasional. Sesi tanya jawab dalam acara tersebut dipandu oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Harison Mocodompis. (LS/PHAL)