RADAR JABAR - Dalam beberapa pekan terakhir, Jerman telah menyetujui ekspor senjata tambahan ke Israel dengan nilai lebih dari 30 juta euro (sekitar Rp505,88 miliar), menurut laporan media Der Spiegel pada Selasa (24/12).
Sepanjang tahun 2023, Jerman telah mengizinkan ekspor senjata ke Israel dengan total lebih dari 160 juta euro (sekitar Rp2,7 triliun), meskipun mendapat kritik internasional yang meningkat dari kelompok hak asasi manusia yang menilai tindakan Israel di Jalur Gaza sebagai bentuk genosida.
Data terbaru mengenai ekspor ini dirilis oleh Kementerian Ekonomi Jerman setelah adanya pertanyaan dari pihak legislatif. Namun, pengiriman ini tidak mencakup senjata perang seperti amunisi artileri atau tank.
Diketahui sebelumnya bahwa, pemerintah Tel Aviv sebelumnya meminta senjata perang setelah serangan Hamas pada Oktober 2023, tetapi permintaan tersebut belum disetujui Berlin.
BACA JUGA:Resolusi PBB tentang Kewajiban Israel terhadap Palestina Disambut Baik Arab Saudi
BACA JUGA:BRICS Resmi Tambah Daftar Negara Mitra, Termasuk Indonesia
Beberapa pengiriman senjata Jerman, seperti transmisi untuk tank Merkava Israel, telah diizinkan sejak musim panas. Namun,
pengiriman senjata yang berpotensi digunakan di Gaza dihentikan pada Maret setelah Nikaragua mengajukan kasus ke Mahkamah Internasional (ICJ), menuduh Jerman terlibat dalam genosida di Gaza.
Sebagai sekutu utama Israel, Jerman di bawah Kanselir Olaf Scholz terus menekankan tanggung jawab khusus untuk keamanan Israel karena sejarah kelam era Nazi.
Namun, dukungan ini mendapat kritik, terutama terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang dinilai merusak kredibilitas internasional Jerman.
BACA JUGA:Kekhawatiran Meningkat atas Serangan terhadap Muslim di Jerman setelah Insiden Magdeburg
Sejak dimulainya kampanye militer Israel terhadap Hamas di Gaza pada Oktober lalu, lebih dari 45.300 orang tewas, mayoritas perempuan dan anak-anak, sementara lebih dari 105.000 lainnya terluka.
Israel kini menghadapi gugatan genosida di ICJ atas tindakannya di Gaza, di mana jutaan warga Palestina terus mengungsi dengan kondisi kekurangan makanan, pasokan medis, dan kebutuhan dasar lainnya.*