RADAR JABAR - Jerman bersama sejumlah negara Barat lainnya akan memulai komunikasi langsung dengan kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) di Suriah. HTS, yang terdaftar sebagai organisasi teroris di Uni Eropa, kini menjadi subjek pembicaraan strategis, seperti yang diumumkan oleh Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, pada Kamis (12/12).
"Kami semua akan mulai berbicara dengan sayap politik HTS sesegera mungkin untuk memperjelas bahwa kami siap berkontribusi pada stabilisasi kawasan, negara Suriah, dan wilayah Kurdi," ujar Pistorius dalam konferensi pers yang digelar saat mengunjungi pasukan militer Jerman di Irak. Pernyataan ini juga disampaikan melalui situs resmi Kementerian Pertahanan Jerman.
Langkah untuk membuka hubungan dengan HTS bertujuan melindungi kelompok-kelompok minoritas dan memastikan partisipasi semua elemen masyarakat dalam membangun kembali pemerintahan dan menciptakan tatanan baru di Suriah, jelas Pistorius lebih lanjut.
Pada kesempatan sebelumnya, Senin (9/12), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, Sebastian Fischer, menyatakan bahwa evaluasi terhadap HTS akan bergantung pada sikap kelompok tersebut terhadap minoritas agama dan etnis di Suriah.
BACA JUGA:PBB Puas dengan Diskusi Konstruktif Bersama Taliban, Tetap Soroti Isu Hak Perempuan
BACA JUGA:KBRI Canberra Selenggarakan Kelas Bahasa Indonesia untuk Warga Australia
Selain itu, Fischer menambahkan bahwa hubungan diplomatik dengan pemerintahan baru Suriah kemungkinan akan dilakukan melalui Beirut sampai kedutaan Jerman resmi didirikan di negara tersebut.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock pada Rabu (11/12) menyampaikan bahwa Jerman berencana meningkatkan kehadirannya di Suriah dengan menunjuk perwakilan khusus untuk mengelola kebijakan terkait situasi di negara itu.
Perubahan politik besar di Suriah terjadi pada Minggu (8/12), ketika oposisi bersenjata berhasil merebut ibu kota Damaskus. Presiden Bashar Assad dikabarkan mengundurkan diri setelah bernegosiasi dengan para pihak yang terlibat konflik. Assad dilaporkan meninggalkan Suriah menuju Rusia, di mana ia mendapatkan suaka.
Sementara itu, Mohammed al-Bashir, yang memimpin pemerintahan di Idlib yang dibentuk oleh HTS dan kelompok oposisi lainnya, telah ditunjuk sebagai perdana menteri sementara pada Selasa (10/12).*