RADAR JABAR - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan kepuasannya atas diskusi yang dianggap konstruktif dengan Taliban, meskipun kelompok tersebut berada di bawah sanksi PBB terkait terorisme. Pembahasan tersebut berfokus pada standar yang lebih luas mengenai hak asasi manusia.
"Tim hak asasi manusia kami telah mengadakan diskusi konstruktif dengan otoritas de facto (Afghanistan) mengenai isu-isu yang lebih luas tentang norma dan standar hak asasi manusia, serta isu-isu spesifik mengenai akses tahanan," ujar Rosa Otunbayeva, Perwakilan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Afghanistan, dalam pertemuan PBB pada Kamis (12/12).
Namun, Otunbayeva mencatat bahwa meskipun Taliban menunjukkan perhatian terhadap perubahan iklim, mereka kesulitan mengatasi dampak buruk dari berbagai guncangan lingkungan.
PBB tetap mengkritik keras Taliban, terutama terkait kurangnya pendidikan formal bagi anak perempuan di Afghanistan sejak kelompok tersebut mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, setelah penarikan pasukan AS.
BACA JUGA:KBRI Canberra Selenggarakan Kelas Bahasa Indonesia untuk Warga Australia
BACA JUGA:RI Desak Israel Hentikan Pelanggaran Gencatan Senjata dan Berikan Dukungan untuk UNRWA
Baru-baru ini, PBB menyuarakan keprihatinan terkait laporan perintah Taliban yang melarang wanita dan anak perempuan mengikuti pelatihan medis di institusi swasta.
"Kami sungguh-sungguh khawatir dengan sebuah laporan mengenai perintah dari otoritas de facto Taliban yang melarang wanita dan anak perempuan mengikuti kelas di institusi-institusi medis swasta," kata Stephane Dujarric, juru bicara Sekjen PBB Antonio Guterres, pada Rabu (4/12).
Sejumlah institusi di Afghanistan telah diperintahkan oleh Taliban untuk menghentikan kursus medis bagi wanita hingga pemberitahuan lebih lanjut. .
Dujarric juga menambahkan bahwa jika diimplementasikan, peraturan tersebut akan memberlakukan pembatasan lebih lanjut terhadap hak-hak wanita dan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan dan akses ke layanan kesehatan.
PBB terus mendesak Taliban untuk mempertimbangkan kembali pembatasan tersebut demi menjaga hak-hak perempuan dan anak perempuan serta masa depan pembangunan di Afghanistan.*