RADAR JABAR - Kejaksaan Agung mengumumkan bahwa sejak diterapkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 tahun 2020, sebanyak 6.168 perkara telah diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif atau "restorative justice" (RJ).
"Data ini dari awal diterapkannya peraturan hingga 12 November 2024," ujar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin di Jakarta pada Rabu (13/11), dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR.
Menurut Jaksa Agung, penyelesaian perkara dengan metode RJ merupakan inovasi hukum yang terbukti efektif. Dari awal implementasinya, Kejaksaan Agung telah menangani 6.168 perkara melalui RJ di berbagai daerah.
"Kejaksaan telah menyelesaikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sampai dengan November 2024 berjumlah 6.168 perkara," ujarnya.
BACA JUGA:Kejari Tolak Permohonan Penangguhan Penahanan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi
BACA JUGA:BMKG Peringatkan Potensi Banjir Rob Akibat Supermoon 16 November 2024
Selain itu, Kejaksaan Agung juga mengembangkan program rumah restorative justice (RRJ), dengan 4.654 RRJ yang telah terbentuk di seluruh Indonesia hingga 12 November 2024.
Jaksa Agung menjelaskan bahwa tidak semua kasus dapat diselesaikan melalui RJ. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, antara lain proses perdamaian telah dilakukan, tersangka belum pernah dihukum, serta ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun penjara.
Tersangka juga harus bersedia tidak mengulangi perbuatan, dan perdamaian harus dilakukan secara sukarela tanpa tekanan.
Untuk kasus penyalahgunaan narkotika, syarat RJ termasuk memastikan bahwa tersangka adalah pengguna terakhir dan tidak terkait jaringan narkotika. Tersangka juga tidak boleh masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan harus memenuhi kualifikasi sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika berdasarkan asesmen terpadu.*