RADAR JABAR - Menjelang akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo, sejumlah janji yang belum dipenuhi menjadi sorotan. Salah satunya adalah sengketa antara Pemerintah Indonesia dan PT Rahajasa Media Internet (Radnet) yang berujung gugatan hukum di Pengadilan Distrik Selatan New York, Amerika Serikat.
Roy Rahajasa Yamin, cucu tokoh pendiri bangsa Muhammad Yamin sekaligus pemilik Radnet, mengambil langkah hukum tersebut setelah sembilan tahun menanti kepastian pembayaran dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo.
Gugatan tersebut diajukan terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 28 Juni 2024.
Sengketa ini berkaitan dengan pelunasan proyek pengadaan KPO/USO MPLIK, Jalin WiFi, dan Desa Pinter yang dilaksanakan Radnet pada periode 2010-2012.
Nilai proyek tersebut mencapai Rp 314,9 miliar, namun hingga saat ini, pemerintah belum melakukan pembayaran penuh meskipun jatuh tempo telah berlalu sejak 2015.
Radnet, sebagai Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia, telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah ini secara damai. Tercatat delapan kali pertemuan antara Radnet dan Kemenkominfo dari Agustus 2016 hingga Februari 2017, namun kesepakatan tidak tercapai.
Akhirnya, pada tahun 2017, Radnet membawa kasus ini ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), yang memutuskan bahwa BAKTI Kominfo harus membayar Rp 205,1 miliar kepada Radnet, ditambah bunga Rp 15,7 miliar serta selisih kurs Rp 4,7 miliar. Namun hingga saat ini, pihak Radnet masih belum menerima pembayaran tersebut.
Selain sengketa keuangan dengan pemerintah, Radnet juga harus berhadapan dengan Bank Jawa Barat (BJB), yang merupakan kreditur perusahaan.