3 Fakta Busuk Industri Skincare, Banyak Mafia hingga Permainan Koneksi di BPOM

Sabtu 12-10-2024,10:49 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

RADAR JABAR - Kita akan membahas tentang satu industri yang sering melakukan klaim berlebihan, yaitu industri fast beauty atau skincare. Para pecinta skincare yang ingin selalu tampil glowing, tahukah kalian bahwa selama ini uang Rp250.000 yang kalian keluarkan mungkin hanya digunakan untuk membeli kebohongan dari berbagai merek skincare?

Klaim seperti "collagen" atau "fungal acne" seringkali tidak benar, namun bagaimana bisa industri ini menghasilkan Rp13.000 triliun dan masih terus berkembang? Apakah 1.010 perusahaan di dalamnya saling menjaga, atau justru ada oknum yang hanya mencari keuntungan dengan strategi klaim berlebihan?

Dalam program Behind the Business, kita akan membahas mengenai industri skincare yang semakin kompetitif akhir-akhir ini. Ada pemain lama, pemain baru, dan mereka yang mencoba ikut bersaing untuk memperebutkan posisi puncak yang menggiurkan.

Bagaimana tidak, pendapatan tahunan dari industri ini diprediksi mencapai 2,76 miliar dolar, bahkan dalam empat tahun ke depan, trennya akan terus meningkat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 4,09%. Dengan nilai sebesar itu, siapa yang tidak tertarik?

Jika diamati, kesadaran akan produk skincare juga menyebar dengan sangat cepat. Mengapa? Karena para pelaku industri sudah melek digital, aktif di media sosial, dan paham bagaimana masuk ke pasar yang sensitif dengan keinginan untuk tampil cantik.

Itulah mengapa, dari waktu ke waktu, segmen pasar mereka semakin besar. Bahkan, tidak hanya wanita dewasa yang menjadi target, sekitar 45% perempuan di negara ini menggunakan skincare sebelum usia 19 tahun. Ini agak ironis, bayangkan jika ada anak usia 13 tahun sudah menggunakan produk anti-aging hanya karena meniru konten.

BACA JUGA:Waspada! Ini Dia 5 Efek Menggunakan Skincare yang Sudah Kadaluarsa

BACA JUGA:6 Rekomendasi Paket Skincare Terbaik di Indonesia 2024

Namun, jika dibandingkan dengan Korea Selatan, industri skincare di Indonesia belum seberapa. Tahun ini, industri skincare di Negeri Ginseng diprediksi memiliki pendapatan tiga kali lipat lebih besar dari kita.

Pasti pasar ini memiliki masalah yang lebih kompleks, namun berbicara soal pendapatan, Korea Selatan diperkirakan mencapai 8,4 miliar dolar pada akhir tahun. Apakah mereka menjadi pemimpin global?

Ternyata tidak. Pemimpin pasar masih dipegang oleh Amerika Serikat dengan pendapatan yang mencapai 24,3 miliar dolar. Jika kita bandingkan, angka tersebut delapan kali lipat lebih besar dari pendapatan Indonesia.

Meskipun demikian, sektor ini memang menjadi salah satu yang paling kuat. Mereka bahkan tetap berjaya ketika banyak sektor lain terpuruk akibat pandemi. Fenomena booming skincare ini memang unik, karena tidak semua sektor memiliki kekuatan untuk bertahan dan bahkan tumbuh di tengah kondisi sulit.

Fakta Busuk Industri Skincare

Pertanyaannya sekarang, apakah industri ini benar-benar bersih? Ada 3 hal yang cukup mengganggu ketika kita mengetahui fakta sebenarnya tentang industri skincare.

1. Overclaim Khasiat

Menurut pandangan kamu, istilah "overclaim" di Amerika sudah digunakan sejak tahun 1824 dan secara umum memiliki dua arti. Pertama, overclaim dapat diartikan sebagai tindakan klaim yang terlalu banyak objek, seperti tagihan yang berlebihan. Contohnya adalah kasus yang sempat ramai mengenai klaim berlebihan oleh rumah sakit kepada BPJS. Yang kedua, dalam konteks industri skincare, overclaim berarti membuat pernyataan palsu atau berlebihan tentang suatu khasiat produk.

Bukti dari permasalahan ini bisa kita bahas lebih lanjut. Di tengah euforia pertumbuhan industri kosmetik, isu overclaim menjadi semakin parah. Hasil survei Populix menunjukkan bahwa 76% masyarakat Indonesia masih senang menggunakan produk lokal.

Kategori :