Ternyata Ini Sederet Alasan Mengapa Tupperware Bangkrut

Kamis 19-09-2024,18:06 WIB
Reporter : Wanda Novi
Editor : Wanda Novi

Hubungan antar-keluarga, teman, dan komunitas, seperti arisan, sangat mendukung kekuatan direct sales. Strategi ini memperkuat hubungan personal dan mempercepat penyebaran merek. Dan siapa yang paling mahir dalam membangun relasi seperti itu? Keluarga, khususnya ibu-ibu yang aktif dalam kegiatan sosial.

Namun, jika kita melihat generasi muda—milenial dan Gen Z—mereka lebih mengutamakan kemudahan. Seberapa cepat dan mudah mereka dapat melihat dan membeli produk menjadi faktor utama. Ada survei yang menunjukkan bahwa generasi yang tumbuh di era online memiliki loyalitas merek yang lebih rendah.

Kadang-kadang kemudahan akses, spesifikasi produk, atau bahkan harga membuat mereka lebih memilih produk lain. Mereka lebih mudah berpindah ke merek lain. Kekuatan tawar konsumen pun menjadi lebih tinggi.

Selain itu, riset juga menunjukkan bahwa dari segi budaya organisasi, Tupperware kurang memiliki keragaman pemikiran. Mereka terlalu yakin pada satu strategi dan terus berjalan di jalur yang sama tanpa berani melakukan perubahan yang signifikan.

Jika secara organisasional sebuah perusahaan gagal beradaptasi atau kurang memiliki keragaman, hal itu akan tercermin dalam produk maupun strategi pemasarannya. Intinya, jangan bersikap arogan. Sederhananya, mari lihat statistik ini.

BACA JUGA:Menteri ESDM Siapkan Strategi Kejar Target Produksi Migas di Tahun 2030

BACA JUGA:Pemkab Subang Ajak Petani Kembangkan Produk Lokal

Biaya iklan di media sosial yang dikeluarkan oleh perusahaan pemasaran dan merek di seluruh dunia meningkat dua kali lipat dari tahun 2020 hingga 2024, mencapai $89 miliar. Tupperware tidak berhasil memanfaatkan hal tersebut sepenuhnya. Bukan berarti mereka sama sekali tidak beradaptasi, tetapi kurangnya keragaman strategi membuat iklan mereka kurang efektif.

Jika kita berbicara mengenai salah satu strategi yang bisa membantu menghidupkan kembali Tupperware, mari lihat contoh yang lebih sederhana sekaligus sebagai pelajaran.

Hadirnya Lock & Lock Sebagai Pesaing Besar

Menurut kami, terutama dalam konteks eksposur di Indonesia, Lock & Lock adalah salah satu merek yang berhasil meraih pasar baru yang tidak dapat dijangkau oleh Tupperware. Berdasarkan data, Lock & Lock berhasil menarik audiens yang lebih muda—sebuah segmen yang tidak bisa dianggap remeh karena akan menjadi audiens mayoritas dalam beberapa tahun mendatang.

Lock & Lock sangat terlihat unggul dalam inisiatif online mereka, mungkin karena mereka lahir di era digital. Media sosial, promosi, dan iklan mereka sangat efektif, sehingga popularitas mereka lebih tinggi di kalangan generasi muda.

Salah satu contohnya adalah kolaborasi produk mereka dengan para influencer, yang membuat merek ini tetap relevan. Mereka tidak hanya mengandalkan produk lama dan berharap dari word of mouth saja. Dalam hal pemanfaatan e-commerce dan strategi online, Lock & Lock jauh lebih unggul dibandingkan Tupperware.

Sebagai perusahaan yang berasal dari Korea Selatan, Lock & Lock tampaknya lebih peka terhadap pasar Asia dan memiliki pemahaman mendalam tentang dunia digital sejak awal.

BACA JUGA:2 Penyebab Utama Produk Lokal Indonesia Kalah Saing dengan Produk Asing

BACA JUGA:5 Produk Terbaik untuk Memanjangkan Rambut dengan Cepat dan Sehat

Mari kita bandingkan pendapatan dan laba bersih antara Lock & Lock dan Tupperware. Pertama, Tupperware jauh lebih senior dibandingkan Lock & Lock, dengan perbedaan usia sekitar 30 tahun. Meskipun demikian, pendapatan Tupperware tetap lebih besar.

Kategori :