CIKARANG – Bio Farma meresmikan pabrik Cyclotron komersial pertama yang memproduksi Radiofarmaka. Peluncuran fasilitas tersebut diharapkan bisa memperkuat posisi Bio Farma sebagai pemimpin di industri farmasi dan kesehatan global.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, peresmian Cyclotron ini penting mengingat tingginya kasus kanker. Berdasarkan data WHO, kematian akibat kanker dunia 9,6 juta kematian per tahun. Sementara di Indonesia mencapai 408.661 kasus per tahun dengan angka 242.988 kematian per tahun.
”Ke depan, Radiofarmaka ini akan menyuplai keperluan rumah sakit yang punya PET Scan. Nah, dulu kita punya (Radiofarmaka), tapi nggak ada komersial. Kalau harus sama rumah sakit, ya padahal alatnya mahal sekali. Sehingga banyak rumah sakit mau beli, nggak sanggup. Dengan adanya Bio Farma melakukan inisiatif ini, rumah sakit tinggal beli PET Scan-nya saja,” kata Budi usai kickoff Cyclotron di Fasilitas Produksi Radiofarmaka, PT Bio Farma, Jalan Angsana Raya Blok A 006 -001, Kecamatan Cikarang Selatan, Senin (9/9).
Tingginya angka kematian disebabkan kanker di Indonesia, dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa ini tidak lepas dari ketersediaan alat diagnostik untuk mendeteksi dini dan penyebaran sel kanker seperti PET CT. Di Indonesia, hanya tersedia tiga unit PET CT.
BACA JUGA:9 Negara Delegasi OIC Comstech Fellowship Program Ikuti Pelatihan di Bio Farma dan UNPAD
Berdasarkan rekomendasi WHO, 1 unit PET CT berkorelasi pada 1 juta populasi. Sementara Singapura, saat ini memiliki 14 unit PET CT untuk 5,6 juta populasi. ”Bertahap ya, sampai 2027 selesai (Infrasruktur dan SDM). Kita harapkan yang sekarang yang sudah masuk itu di Cipto, sudah masuk, Hasan Sadikin akan masuk, rumah sakit kita yang Surabaya, yang baru, sama yang Makassar itu akan masuk. Nanti sampai ke rumah sakit pemerintah di Papua, yang di Maluku, Wamena, yang di Nusa Tenggara Timur, Benboi, Solosi, di Kalimantan, semuanya akan ada,” papar Budi sambil menambahkan, sejumlah anggota keluarganya meninggal karena penyakit kanker.
Direktur Utama Bio Farma Shadiq Akasya mengatakan, Data WHO terbaru menunjukkan sebagian besar negara belum menyediakan layanan kanker yang memadai dalam cakupan kesehatan universal. Kanker menjadi penyebab kematian kedua di dunia dengan 9,6 juta kematian per tahun.
Data Kemenkes RI 2022 mencatat 136 kasus kanker per 100.000 penduduk, menempatkan Indonesia di peringkat ke-8 di Asia Tenggara. Dengan rasio PET scan 1:0,029, Indonesia perlu menambah alat deteksi kanker untuk memenuhi kebutuhan.
”Salah satu inisiatif strategis kami adalah dengan mendirikan Bio Farma Lifescience, yang menuntut studi sistematis dan holistik organisme hidup, dengan fokus tujuan melahirkan berbagai terobosan ilmiah. termasuk dalam pengembangan dan produksi radiofarmaka yang merupakan produk kesehatan berbasis teknologi nuklir yang memiliki peran sangat penting dalam diagnosis dan terapi berbagai penyakit, terutama kanker,” papar Shadiq, Senin (9/9).
BACA JUGA:Novo Nordisk dan Bio Farma Umumkan Kemitraan dalam Proses Produksi Insulin Bagi Penderita Diabetes
Keputusan Bio Farma untuk terjun ke industri radiofarmaka, kata Shadiq, bukanlah langkah yang diambil tanpa pertimbangan yang matang. Sebelumnya, Bio Farma telah melakukan penelitian dan pengembangan mendalam di bidang ini dan memiliki anak perusahaan bernama INUKI yang bergerak dalam industri yang berbasis nuklir.
”Produk radiofarmaka mampu mendeteksi sel-sel kanker secara presisi dan pada saat yang sama, memberikan terapi yang efektif tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya. Ini menjadi solusi yang sangat diharapkan bagi pasien dengan penyakit yang sulit dideteksi pada tahap awal,” urai Shadiq.
Selain itu, Bio Farma menyadari bahwa radiofarmaka akan menjadi bagian penting dari ekosistem kesehatan masa depan, terutama dalam konsep theranostic yang mengintegrasikan dua aspek penting yaitu terapi dan diagnosis. Sehingga, pasien tidak hanya mendapatkan deteksi dini atas penyakitnya, tetapi juga bisa langsung ditangani dengan metode terapi yang tepat.