RADAR JABAR - Rasanya hampir semua manusia yang bernyawa dikolong langit ini, memiliki hubungan intim dengan Google, Facebook, Amazon, Microsoft, dan Apple. Bahkan bisa dikata tak bisa dipisahkan dengan platform global tersebut.
Konteks hubungan yang sangat-sangat personal tersebut, pun dilakukan dengan berbagai platform media sosial (medsos). Tidak kurang 14 jenis platform medsos, digunakan di kolong jagat ini. Mulai dari yang paling sering digunakan; WhatsApp, Instagram, Youtube, Facebook, Tiktok, Telegram, Twitter, Facebook Messenger, Line, Tumblr, Reddit, Snapchat, Linkedln, hingga Pinterest.
Kalau dari kaca mata geo-ekonomi-politik, platform global tertentu, merepresentasikan kepentingan yang cendrung monopolistic. Hingga tak segan jika kepentingan ekonomi-politik platform global terganggu, penggede negeri tempat asal platform tersebut ikut turun tangan. “Ikut cawe-cawe”, kata politikus.
Disisi lain Alibaba, Baidu, Tencent, dan Tiktok sedikit-banyak juga mencerminkan semangat ekspansionisme digital negeri ”Tirai Bambu”. Merangsek pasar global, meriwuki platform US.
BACA JUGA:Mengenal Apa Itu Tone Deaf yang Viral di Media Sosial
Tak ubahnya bawang merah, ekosistem konsumsi informasi masyarakat berbasis medsos saat ini, berlapis-lapis. Ada yang menggunakan platform mesin pencari, platform video, web browser, sistem operasi, serta berbagai aplikasi yang tertanam dalam gawai yang mereka gunakan.
Seumpama penguasa tiran, platform digital bisa mengendalikan praktik bermedia. Dalam arti mengarahkan, menjual data, mengawasi kecendrungan, untuk kepentingan pasar. Terjadi dominasi platform global terhadap ekosistem informasi dan komunikasi warga dunia. Termasuk warga dunia maya Indonesia alias natizen.
Platform global mempraktikkan monopsoni sekaligus monopoli. Menguasai pasar secara paripurna, mengarahkan perilaku pengguna sebagai data- bahan dasar, hingga menentukan produk akhir platform yang digunakan (teknologi, informasi, dan iklan) telah dikendalikan oleh pihak yang sama.
Coba saja perhatikan. Google secara paripurna menguasai pangsa pasar teknologi mesin pencari (Google Search), platform video (Youtube), web browser (Chrome), dan sistem operasi mobile (Android). Meta mendominasi jagat medsos dengan mengoperasikan platform medsos terpopuler: Facebook, Instagram, dan Whatsapp.
BACA JUGA:Mengenal Sistem Kapitalisme yang Menjangkiti Generasi Muda Melalui Media Sosial
Platform global ini, memaksa pengguna platform bertekuklutut. Pengguna dipaksa berbisnis dengan ekosistem dan aturan yang telah diputuskan mereka secara arbitrer. Pengguna tak bisa menolak. Seperti kerbau dicocok hidung. Mereka mengambil semua, karena mereka pemenang.
Pemenang mendominasi pasar dan menyerap surplus ekonomi yang porsinya terus membengkak. Seperti pepatah dalam lagu group musik asal Swedia, Abba, The Winnes Takes it All, tahun 1980-an. Menjurangi dan melebari ketimpangan antara penguasa pasar dan pelaku pasar lainnya.
Lihat saja peta belanja iklan digital di Indonesia tahun 2023. iklan pencarian (32 persen/Rp 15,5 triliun), iklan medsos (35 persen/Rp 16,7 triliun), iklan video (14,8 persen/Rp 10,9 triliun). Sekali lagi, penguasanya adalah Google dan Meta. Adakah pajak yang masuk?