RADAR JABAR - Keputusan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memvonis bebas Gregorius Ronald Tannur oleh Erintuah Damanik telah memicu gelombang kekecewaan di kalangan masyarakat, khususnya keluarga korban, Dini Sera Afrianti.
Keluarga korban telah memutuskan untuk melaporkan keputusan ini ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Hakim Mahkamah Agung (Bawas MA). Keputusan tersebut dianggap melukai rasa keadilan publik dan meruntuhkan keadaban hukum, terutama ketika hukum tampak tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Hal ini menunjukkan betapa runtuhnya kewibawaan hukum di mata publik. Keputusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur mencerminkan bagaimana hukum sering kali dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan eksternal, baik itu kekuatan politik maupun kekuatan kapital.
Ketika hukum tidak lagi independen dan terpengaruh oleh kepentingan kekuasaan, maka keadilan yang sejati menjadi sulit untuk ditegakkan. Keadilan hanya akan ada ketika hakim memiliki integritas dan suara hati yang tulus untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan, tanpa terpengaruh oleh tekanan eksternal.
Kita sering menyaksikan bagaimana rasa keadilan dilukai ketika keputusan hukum cenderung berpihak pada mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Keputusan yang tidak adil ini menunjukkan bagaimana nurani para penegak hukum telah tumpul, sehingga mereka tidak lagi mampu mempertimbangkan kebaikan dan kebenaran dalam setiap putusannya.
Ketika keadilan dijungkirbalikkan hanya demi kepentingan kekuasaan, maka hukum kehilangan jati dirinya sebagai penegak kebenaran. Publik tidak boleh tinggal diam dan membiarkan ketidakadilan ini terus berlanjut.
Publik harus bersuara dan melakukan perlawanan agar hukum dapat berlaku adil bagi semua. Prinsip kesetaraan seharusnya menjadi dasar dari setiap keputusan hukum, memastikan bahwa setiap orang memiliki kepastian hukum yang sama, tanpa dipengaruhi oleh kekuatan tersembunyi.
Hakim seharusnya memiliki integritas dan nurani yang kuat dalam memutuskan setiap kasus. Mereka harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan, tidak peduli siapa yang berada di hadapan mereka. Jika ketidakadilan ini dibiarkan, maka kultur kematian hukum akan terjadi.
Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum karena hukum hanya mementingkan kekuasaan semata dan mereka yang memiliki posisi power. setiap orang memiliki pengetahuan dan kekuasaan dalam dirinya. Oleh karena itu, setiap individu harus menyadari pentingnya memperkuat posisi tawar untuk membela mereka yang kecil dan lemah.
Hal ini hanya bisa terwujud ketika kita mulai bersuara dan melawan segala bentuk kelaliman dan penyalahgunaan hukum. Suara-suara publik yang kritis sangat diperlukan untuk mengembalikan keadaban hukum.
Keadilan hanya bisa ditegakkan ketika masyarakat secara kolektif berjuang melawan ketidakadilan. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa hukum tidak disalahgunakan oleh mereka yang berkuasa. Kita harus berani mengkritisi keputusan hukum yang tidak adil dan menuntut agar hukum ditegakkan dengan benar.
Ketika publik bersatu dan bersuara, kekuatan tersembunyi yang mengendalikan hukum akan mulai melemah. Independensi peradilan merupakan salah satu pilar utama dalam sistem hukum yang adil. Namun, ketika hakim terpengaruh oleh tekanan politik dan kapital, independensi tersebut menjadi dipertanyakan.
Kasus vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur menjadi salah satu contoh nyata bagaimana independensi peradilan dapat terancam. Hakim seharusnya memutuskan berdasarkan bukti dan fakta yang ada di persidangan, bukan berdasarkan tekanan dari pihak eksternal.
Publik perlu mendorong transparansi dalam proses peradilan dan memastikan bahwa setiap keputusan hukum didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan yang sejati. Pengawasan terhadap kinerja hakim oleh lembaga-lembaga seperti Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Hakim Mahkamah Agung menjadi sangat penting.