Hampir Tiga Bulan Tanpa Hujan, BMKG Laporkan Kekeringan di Beberapa Daerah

Rabu 24-07-2024,09:14 WIB
Reporter : Cucun siti Maryam
Editor : Cucun siti Maryam

RADAR JABAR - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menginformasikan bahwa beberapa wilayah di Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat sudah mulai mengalami kondisi kekeringan yang sangat parah setelah hampir tiga bulan tidak ada hujan.

Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyampaikan di Jakarta pada hari Rabu bahwa 18 kabupaten/kota dan puluhan kecamatan di tiga provinsi mengalami kekeringan parah karena kurangnya hujan yang masuk dalam kategori ekstrem.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menilai bahwa atas kondisi tersebut, semua pihak yang terlibat, baik di tingkat pusat maupun daerah, perlu mengambil langkah-langkah mitigasi dan penanggulangan yang tepat dan cermat untuk mengurangi dampak yang dirasakan oleh masyarakat.

Kekeringan ekstrem dapat berdampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Jawa Timur (Jatim). Dampaknya mencakup potensi gagal panen, yang berarti tanaman tidak dapat tumbuh dengan optimal sehingga hasil panen berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali.

BACA JUGA:Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Australia Diungkap Dittipidum Bareskrim Polri

Selain itu, periode tanam dapat mengalami perubahan karena petani harus menyesuaikan waktu tanam mereka dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.

Maka dari itu, BMKG mengharapkan agar upaya mitigasi dan penanggulangan dapat ditingkatkan, terutama pada beberapa sektor tersebut, setidaknya hingga bulan September yang diperkirakan akan menjadi akhir dari puncak musim kering tahun ini.

"Termasuk potensi gangguan kesehatan masyarakat salah satunya dari penyebaran penyakit demam berdarah juga perlu diperhatikan karena musim kering dapat meningkatkan frekuensi gigitan nyamuk," kata dia.

Tim ahli klimatologi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa hingga Sabtu, 20 Juli, ada setidaknya lima kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami kekeringan ekstrem. Wilayah-wilayah ini tidak diguyur hujan selama periode yang sangat lama, tepatnya sejak akhir Mei 2024.

BACA JUGA:Presiden Jokowi Percepat Surpres Pergantian Ketua KPU

Sebanyak lima kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah mengalami periode panjang tanpa hujan. Di Kota Kupang, hujan tidak turun selama 92 hari di kecamatan Kota Raja, Alak, Maulafa, Kota Lama, Oebobo, dan Kelapa Lima. Kabupaten Belu, khususnya di Kecamatan Atambua Selatan, juga menghadapi 91 hari tanpa hujan.

Situasi serupa terjadi di Sumba Timur, di mana kecamatan Pandawai dan Kahaungu Eti tidak mengalami hujan selama 89 hari. Di Kabupaten Sabu Raijua, kecamatan Sabu Barat dan Hawu Mahera tidak mendapatkan hujan selama 76 hari. Terakhir, Kabupaten Kupang, khususnya di Kecamatan Sulamu, mengalami 64 hari tanpa hujan.

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan beberapa wilayah yang mengalami hari tanpa hujan dalam waktu yang cukup lama. Tercatat ada tiga kabupaten dan kota yang mengalami hal ini. Pertama, Lombok Timur, khususnya di Kecamatan Sambelia, yang telah mengalami 88 hari tanpa hujan. Kedua, Kabupaten Bima, di mana Kecamatan Belo dan Palibelo juga mengalami kondisi serupa selama 85 hari. Terakhir, Kabupaten Dompu, tepatnya di Kecamatan Pajo, yang juga mengalami 85 hari tanpa hujan.

Kekeringan terjadi di 10 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. Di Kota Probolinggo, kekeringan melanda Kecamatan Kademangan, Leces, dan Mayangan selama 90 hari. Sementara itu, di Kabupaten Probolinggo, kekeringan berdampak pada Kecamatan Gending, Sumber, Sumberasi, Kraksaan, dan Pajarakan selama 90 hari. Di Kabupaten Jember, kekeringan terjadi di Kecamatan Gumuk Mas selama 87 hari. Selain itu, di Kabupaten Kediri, kekeringan melanda Kecamatan Ngadiluwih dan Kras selama 87 hari.

Di Kabupaten Pasuruan, khususnya di kawasan Gondang Wetan dan Pohjentrek, proses ini berlangsung selama 86 hari. Di daerah Situbondo, proses serupa juga dilaksanakan di Kapongan dan Mangaran, dengan durasi waktu yang sama yaitu 86 hari. Sementara itu, di Banyuwangi, proses tersebut mencakup wilayah Pesawaran, Bajulmati, dan Alas Buluh, dengan total waktu pelaksanaan selama 85 hari.

BACA JUGA:Gunung Semeru Alami Tiga Kali Erupsi pada Selasa Pagi: PVMBG Imbau Masyarakat Waspada

Di Blitar, kegiatan ini dilakukan di beberapa lokasi yaitu Kanigoto, Wonodadi, Udanawu, Sanakulon, dan Serengat, dengan masing-masing daerah menjalani proses selama 85 hari. Begitu pula di Mojokerto, tepatnya di daerah Tromilulan, pelaksanaan berlangsung selama 85 hari. Terakhir, di Tulungagung, proses berlangsung di Kalidawir, Karang Rejo, dan Rejotangan, dengan waktu pelaksanaan yang juga mencapai 85 hari.

Musim kering juga mulai melanda 45 persen zona musim Indonesia sampai dengan pertengahan Juli 2024, Wilayah-wilayah yang terdampak oleh fenomena ini mencakup berbagai bagian dari beberapa provinsi. Di Sumatera, daerah yang mengalami musim kering meliputi sebagian besar Aceh, sebagian Sumatera Utara, serta bagian-bagian tertentu dari Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Sementara itu, di pulau Jawa, sebagian wilayah Banten juga turut terpengaruh. Untuk wilayah Kalimantan, efek musim kering dirasakan di beberapa bagian Kalimantan Selatan. Tidak ketinggalan, pulau Sulawesi juga mengalami dampak serupa di sebagian besar wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, serta Sulawesi Tenggara. Di Papua, wilayah selatan pulau tersebut juga mengalami pengaruh dari musim kering ini.

Kategori :