RADAR JABAR - Kepala Bidang Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia, Lovely Daisy, menyatakan bahwa kekurangan asupan protein hewani bisa menjadi penyebab stunting pada anak-anak.
"Berdasarkan riset di 49 negara yang dilakukan pada 130.000 anak usia 6-23 bulan ini, ditemukan bahwa stunting pada balita disebabkan oleh rendahnya asupan makanan sumber protein hewani," ucapnya dalam sebuah pertemuan media saat peringatan Hari Gizi Nasional di Jakarta, Kamis (25/1).
Daisy menyoroti pentingnya konsumsi protein hewani bagi anak-anak pada usia tersebut, yang harus meliputi berbagai jenis seperti daging merah, telur, ikan, dan ayam.
BACA JUGA:Anies Minta Pakar Hukum TN Kaji Pernyataan Presiden Jokowi Soal Netralitas
Menurutnya, konsumsi berbagai jenis protein hewani bertujuan untuk menyediakan asam amino esensial yang diperlukan selama periode penting pertumbuhan dan perkembangan anak.
"Kita tekankan di sini adalah pentingnya protein hewani, karena protein hewani ini mengandung asam amino esensial yang bisa membantu untuk perlindungan dari berbagai jenis penyakit," katanya.
Oleh karena itu, Daisy menambahkan bahwa kebutuhan protein anak usia 6-23 bulan bisa diintervensi melalui Makanan Pendamping ASI (MPASI), mengingat ASI saja tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi anak di usia tersebut.
BACA JUGA:Jelang Pemilu 14 Februari 2024, KPU Lantik Serentak 5.741.127 Anggota KPPS di 71.000 Lokasi
Daisy menjelaskan bahwa MPASI tidak hanya memenuhi kebutuhan makro dan mikronutrisi anak, termasuk vitamin dan mineral yang esensial untuk pertumbuhan, tetapi juga memiliki fungsi lainnya.
Untuk mendukung ini, Daisy menyampaikan bahwa Kemenkes mengambil berbagai langkah untuk meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan MPASI, termasuk pelatihan konseling menyusui, pembentukan kelompok kerja untuk pemberian makan bayi dan anak, telekonseling menyusui, penyiapan indikator data rutin untuk ASI dan MPASI, serta mendukung program PMBA melalui Gizi Bencana.
Dengan inisiatif tersebut, ia berharap akan ada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas di masa depan, untuk memanfaatkan bonus demografi di tahun 2030 dan mendukung pencapaian Indonesia Emas di tahun 2045.*