Pada tahun 1949, dia dipercaya memimpin unit Intai tempur Brigade Golani. Sharon tak hanya berkarir di militer; tahun 1950, ia masuk Universitas Ibrani Yerusalem untuk belajar sejarah dan budaya Timur Tengah.
Akibat memanasnya konflik Israel-Palestina, beberapa tahun kemudian, Sharon kembali aktif di militer Israel dengan pangkat mayor, memimpin unit khusus, yaitu Unit 101, yang dikenal karena sering menyergap gerilyawan Palestina.
Pada tahun 1953, dalam peristiwa pembantaian yang menyebabkan kematian 69 penduduk Palestina, Ariel Sharon diberi julukan baru sebagai "Penjagal dari Beirut."
Ariel Sharon terlibat dalam serangkaian perang, mulai dari Perang di Terusan Suez (1956), Perang Enam Hari (1967), hingga Perang Yom Kippur (1973).
Perjalanan melalui berbagai konflik berskala besar tersebut membuat namanya naik turun, tetapi nasibnya tampaknya tetap menguntungkan.
Posisi Mayor Jenderal yang berhasil disandangnya, terutama foto Sharon dengan bagian kepalanya terbalut perban saat bertempur di Terusan Suez, bahkan menjadi simbol kekuatan militer Israel.
Setelah perang, Sharon terpilih sebagai anggota Knesset, sebuah kabinet di Israel. Namun, pada tahun 1974, dia mundur dari Knesset dan juga dari dunia militer.
Sharon kemudian bergabung dengan partai politik Likud yang kemudian menjadi kendaraannya untuk meraih kesuksesan politik. Selain aktif di partai, Sharon juga menjadi penasihat keamanan Perdana Menteri Israel pada saat itu, Yitzhak Rabin.
Pada tahun 1977, Sharon kembali ke Knesset dan menjabat sebagai Menteri Pertanian. Antara tahun 1981 dan 1983, dia menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Selama periode tersebut, perang antara Israel dan Lebanon kembali memuncak, diwarnai dengan peristiwa kelam, seperti pembantaian 3000 pengungsi Palestina di Kamp Sabra dan Satila oleh milisi Palagis, yang menyerang Lebanon atas perintah Sharon.
BACA JUGA:Mengenal Perbedaan Yahudi, Yudaisme, Israel, dan Zionis
Tindakan Sharon dianggap gagal dalam menyelamatkan pengungsi, dan dia dituduh melakukan pembiaran terhadap pembantaian tersebut. Hal ini membuat nama Ariel Sharon tercoreng, dan pria yang telah dijuluki sebagai "Penjagal dari Beirut" ini memilih untuk mengundurkan diri pada tahun 1984.
Ariel melakukan manuver politik dengan berbagai jabatan di Knesset yang tidak berkaitan dengan pertumpahan darah. Ia menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Perumahan dan Konstruksi, Menteri Infrastruktur, dan pada tahun 1998, menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1999, ketika Benyamin Netanyahu secara kebetulan mundur sebagai ketua partai Likud, Ariel maju menggantikannya, sehingga secara mulus menduduki kursi Perdana Menteri Israel pada Februari 2001.
Sebagai Perdana Menteri, Ariel membuat langkah kontroversial dengan membentuk koalisi persatuan nasional dan mendorong perdamaian antara Israel dan Palestina.