RADAR JABAR - Warga Zionis Israel meragukan pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan IDF yang menjanjikan Hamas hancur lebur. Perang Israel-Hamas masih terus berlangsung pasca serangan 7 Oktober 2023 lalu.
Hamas disebut telah membunuh 1.400 warga Israel. Selain itu ratusan warga Zionis kabarnya menjadi tawanan.
Pasukan pertahanan Israel (IDF) telah melakukan berbagai cara agar bisa menghancurkan Hamas. Namun kenyataannya, di Jalur Gaza, semua korbannya adalah warga sipil tak berdosa.
Laporan terbaru, Senin 30 Oktober 2023, menunjukkan lebih dari 8.000 orang tewas akibat serangan Israel.
Korban didominasi oleh 3.000 lebih anak dan 2.000 lebih perempuan.
Dunia Internasional telah menyalahkan Israel atas serangan ini, menduga bahwa itu merupakan tindakan genosida. Jika klaim tersebut benar, ini akan dianggap sebagai kejahatan perang di mana tujuannya adalah untuk menghapus sebuah kelompok etnis dari suatu wilayah.
Dalam sebuah pidato, seorang perwakilan pemerintah Israel yang mewakili Netanyahu mengakui kesengsaraan yang dialami oleh warga Israel yang menjadi korban serangan Hamas sebelumnya.
Netanyahu juga mengatakan bahwa operasi militer Israel di Jalur Gaza bertujuan untuk menghancurkan Hamas.
AP News melaporkan bahwa para pemimpin politik Hamas sedang bernegosiasi dengan mediator Mesir dan Qatar untuk menjamin kebebasan beberapa warga sipil Israel yang disandera.
Sejauh ini, empat sandera telah dibebaskan. Sabtu lalu, militer Israel meningkatkan serangan udara di Jalur Gaza. Mereka juga mengirim pasukan lapis baja ke Gaza.
Di kota Tel Aviv, orang-orang berunjuk rasa melakukan protes di depan Kementerian Pertahanan Israel. Mereka menuntut Netanyahu dan pejabat lainnya untuk membebaskan warga sipil Israel yang diduga disandera. Netanyahu keluar dan bertemu dengan keluarga para korban.
Dia menjanjikan "Menggunakan segala kemungkinan untuk membawa mereka pulang".
Namun warga Israel tampak menunjukkan keraguan terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza, hanya sia-sia saja.
"Kami tidak menunggu lebih lama lagi," kata seorang pengunjuk rasa bernama Malki Shem-Tov. Ia mengaku mempunyai seorang putra bernama Omer (21) yang kabarnya ditawan di Gaza.
"Kami ingin mereka semua kembali bersama kami hari ini. Kami ingin Anda, Kabinet, pemerintah, membayangkan bahwa mereka adalah anak-anak Anda," katanya.