Selain itu, terdapat pula primbon, metode yang mungkin cukup dikenal karena begitu dipercaya di masa lalu. Namun, kini banyak yang meragukan kebenarannya. Primbon biasanya digunakan untuk meramalkan nasib seseorang dengan menggunakan perhitungan weton Jawa.
Terakhir, terdapat neptu Jawa, yang digunakan untuk menghitung nilai dari masing-masing hari. Biasanya, tabel digunakan untuk perhitungan neptu, dan ini tidak terlepas dari peran weton dan primbon.
Neptu sering digunakan untuk menentukan karakter seseorang atau mencari hari baik, yang dipercayai oleh orang-orang Jawa. Namun, menggunakan ketiga cara ini, mungkin sifatnya lebih personal.
Sebenarnya ada cara-cara umum yang biasa digunakan untuk mengetahui apakah seseorang adalah orang Jawa atau bukan. Caranya cukup mudah, bisa dilihat dari bahasa yang digunakan, melihat garis keturunannya, mengetahui filosofi hidup yang mereka pegang, atau bagaimana sikapnya sehari-hari.
Bahasa Jawa berasal dari bahasa Austronesia dan dituturkan oleh orang-orang Jawa di wilayah bagian tengah dan timur Pulau Jawa. Bahasa Jawa dikenal sebagai bahasa yang memiliki pengaruh Sansekerta, terutama dalam sastra Jawa, karena sejarah panjang pengaruh Hindu-Budha di Jawa.
Sebagian besar masyarakat Jawa menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari. Bahasa Jawa terkenal dengan aturan unggah-ungguh, kosakata, dan intonasi yang didasarkan pada hubungan antara pembicara dan lawan bicaranya.
Aspek kebahasaan ini juga dipengaruhi oleh pengaruh sosial yang kuat dalam budaya Jawa, terutama status sosial seseorang dalam masyarakat.
Status sosial orang Jawa dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan santri, yang dianggap sebagai penganut Agama Islam yang taat; kedua, golongan abangan, yaitu penganut Agama Islam secara nominal atau penganut Kejawen; yang terakhir adalah kaum priyayi atau kaum bangsawan, sebagai pemilik stratifikasi sosial tertinggi di Jawa.
Meskipun demikian, teori ini banyak menuai penentangan karena dianggap tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi orang Jawa yang tinggal di wilayah lain, seperti di Sulawesi atau negara lainnya.
Pakaian Khas Orang Jawa
Orang Jawa juga mudah dikenali melalui pakaian khas mereka, yang sarat akan makna dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Pada bagian kepala, kaum laki-laki umumnya mengenakan ikat kepala yang dibentuk dengan teliti untuk menjadi penutup kepala. Ikat kepala ini harus diikat dengan kuat, bukan sembarangan, karena memiliki filosofi tersendiri.
Filosofi ini menunjukkan bahwa manusia seharusnya memiliki pemikiran yang kokoh dan tidak mudah terpengaruh oleh situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Selain itu, terdapat pakaian Kejawen seperti beskap yang dilengkapi dengan benik atau kancing di sebelah kiri dan kanan. Lambang tersirat dari pakaian ini adalah agar orang Jawa selalu melakukan tindakan dengan penuh pertimbangan yang cermat.
Dalam setiap tindakan yang dilakukan, mereka berusaha untuk tidak merugikan orang lain dan menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat.
Ikat pinggang juga memiliki makna bahwa semua tindakan harus dilakukan dengan baik, baik dalam mencari pengetahuan yang bermanfaat maupun dalam menempuh pendidikan dengan tekun, teliti, dan cermat agar bisa dipahami dengan baik.