RADAR JABAR - Nama Saranjana mungkin terdengar kurang akrab bagi kebanyakan orang Indonesia, namun bagi masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya Kotabaru, nama Saranjana menjadi legenda yang terus-menerus dibicarakan dari generasi ke generasi.
Secara garis besar, Saranjana diyakini sebagai sebuah kota yang dihuni oleh makhluk-makhluk gaib tak kasat mata. Sementara versi lain menyebut Saran Jannah sebagai kota dengan peradaban maju yang hanya bisa dilihat oleh mereka yang memiliki kemampuan khusus.
Pembahasan mengenai Saranjana tidak bisa lepas dari aspek lisan. Cerita tentang Saranjana dituturkan dari mulut ke mulut dan kemudian berkembang menjadi mitos yang melegenda hingga hari ini. Kisah-kisah tentang Saranjana terlalu kuat dipengaruhi oleh unsur mistik dan ketiadaan nama "Kota Serangjana" di peta-peta modern semakin membuatnya misterius.
Namun, tetap ada keyakinan sebagian masyarakat bahwa kota ini memang ada. Mereka menyebutnya sebagai Kota Gaib, Kota Supranatural, atau Kota yang Hilang. Bahkan beberapa musisi seperti Ari Lasso dan Tantri Kotak mengaku pernah mengalami kejadian aneh setelah diundang di tempat yang diduga adalah Kota gaib bernama Saranjana.
BACA JUGA:Mengungkap Planet Terbesar di Alam Semesta
Kepopuleran Saranjana bahkan dikomersialkan dalam banyak karya tulis dan film. Namun, di mana sebenarnya letak Saranjana? Mari kita telaah kota gaib ini melalui perspektif dan analisis sejarah.
Lokasi Kota Saranjana Melalui Sejarah
Nama Saranjana sebenarnya tidak benar-benar gaib. Nama ini pernah tercantum dalam beberapa peta kuno. Sayangnya, kesalahpahaman terbesar yang masih berlangsung hingga hari ini adalah anggapan bahwa Saranjana adalah nama sebuah kota atau perkampungan.
Dimana Saranjana? sejak awal kemunculannya, Saranjana adalah nama sebuah Tanjung. Yang memberi nama tanjung ini adalah Solomon Muller, seorang naturalis keturunan Jerman sekaligus anggota Dinas Kehutanan Hindia Belanda pada sekitar tahun 1800-an. Muller datang ke Nusantara untuk melakukan penelitian flora dan fauna serta memetakan beberapa wilayah di sana.
BACA JUGA:Pengertian, Sejarah dan Penyebab Fenomena 'Hikikomori' di Jepang
Pada tahun 1845, Muller mulai mencantumkan nama "Serandjana" di dalam peta buatannya. Dalam peta ini, Muller menuliskan sebuah wilayah yang berada di sebelah selatan Pulau Laut bernama Tanjung Saranjana, yang dituliskan dengan tanda awalan huruf "t" yang diketahui adalah sebuah tanjung.
Nama wilayah Saranjana juga muncul dalam peta "Sketch of Residence of Borneo" tahun 1913. Namun, di peta ini, Tanjung Saranjana sudah berubah nama menjadi Tanjung Sarang Janak.
Kedua peta ini merupakan bukti kuat bahwa Saranjana dalam perspektif sejarah adalah fakta dan telah ada. Namun, masalahnya kembali pada anggapan bahwa ini adalah nama sebuah kota.
Sejak awal kemunculannya, Saranjana adalah nama sebuah Tanjung. Bukti lain yang menguatkan bahwa Saranjana adalah nama sebuah Tanjung terdapat dalam kamus Belanda karya Peter Johannes Veth yang terbit tahun 1869.
Dalam kamus tersebut, Veth menuliskan kalimat tentang Saranjana yang artinya secara garis besar adalah Tanjung di sisi selatan Pulau Laut, yang merupakan pulau yang terletak di bagian tenggara Kalimantan.