RADAR JABAR - Guna memberikan kecaman keras terhadap pembakaran Al-Quran, Retno Marsudi yang merupakan Menteri Luar Negeri RI telah mendesak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengirimkan pesan bersama. Diketahui sebelumnya bahwa pembakaran Al-Quran telah terjadi di Swedia terlebih dahulu dengan dalih kebebasan berekspresi.
Retno Marsudi mengaskan bahwa Indonesia tidak bisa mentoleransi tindakan pembiaran atas penistaan terhadap Kitab Suci Al-Quran dalam pertemuan luar biasa para Menteri Luar Negeri (Menlu) anggota OKI yang diselenggarakan pada Senin (31/7). Selain itu, Teuku Faizasyah yang merupakan Juru Bicara Kemlu RI juga turut menegaskan bahwa Indonesia mengenai kebebasan berpendapat tentunya tidak boleh melecehkan kitab suci yang sifatnya sakral.
“Melalui pertemuan OKI itu kita menegaskan kembali posisi Indonesia bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh mencederai mereka yang memiliki kedekatan dan penghormatan terhadap kitab-kitab suci yang sakral sifatnya" ujar Teuku Faizasyah kepada sejumlah media, Selasa (1/8).
Ia juga menjelaskan dengan melalui forum OKI, beberapa negara Muslim menegaskan posisi bersama agar melakukan langkah hukum kepada negara yang terjadi penistaan kitab suci Al-Quran. Selain itu negara tersebut harus menciptakan kondisi agar tidak terjadi tindakan penistaan terhadap kitab suci agama lainnya.
Faizasyah mengungkapkan juga bahwa sebelumnya Dewan HM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis keputusan bersama yang berisikan dorongan agar negara Eropa melakukan peninjauan kembali terhadap aturan nasional mereka. Hal ini tentunya merupakan upaya mengenai tindakan penistaan kitab suci bisa dikenai sanksi hukum.
“Forum OKI tersebut menegaskan kembali apa yang sudah disepakati (Dewan HAM PBB) di Jenewa, dan harapannya apa yang menjadi keprihatinan negara-negara Muslim dapat diperhatikan" ujar Faizasyah.
Telah tercatat sebanyak lima aksi penistaan serta pembakaran terhadap Al Quran di tahun 2023 yang terjadi di Eropa. Dua insiden terbaru terjadi pada 25 Juni yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha yang dilakukan oleh Salwan Momika, merupakan imigran Irak di Swedia melakukan aksi pembakaran Al-Quran yang disebut sebagai aksi protes anti Islam di depan masjid terbesar di Stockholm, dan pada 22 Juli, Danske Patrioter anggota kelompok sayap kanan Dermark, membakar Al-Quran tersebut di depan Kedubes Irak di Kopenhagen.
Insiden tersebut memicu kemarahan sert protes diplomatik dari banyak pemerintah di seluruh dunia, terutama untuk negara dengan penduduk mayoritas Muslim yang salah satunya adalah Indonesia. Namun, Swedia tidak melakukan tindakan tegas dalam neangani masalah tersebut selain kecaman.
Diketahui bahwa di beberapa negara Uni Eropa, termasuk Swedia tidak adanya larangan terhadap pembakaran kitab suci. Bahkan di Swedia pun tidak adanya hukum secara khusus yang melarang pembakaran ataupun penodaan Al-Quran ataupun kitab suci agama lainnya, serta tidak adanya undang-undang yang mengatur penistaan agama.
Banyak beberapa negara Muslim yang telah meminta pemerintah Swedia untuk menghentikan pengunjuk rasa yang melakukan aksi pembakaran Al-Quran. Meskipun begitu, telah menjadi wewenang kepolisian Swedia yang memiliki keputusan berkaitan dengan izin unjuk rasa, bukan pemerintah.
Diketahui bahwa kebebasan berpendapat pada negara tersebut dilindungi oleh konstitusi. Pihak polisi haruslah memiliki alasan yang jelas untuk menolak izin demonstrasi, yang contohnya bila ada risiko ataupun ancaman keselamatan publik.
Sebelumnya, polisi Stockholm pernah menolak dua permohonan izin demonstrasi pembakaran Al Quran di bulan Februari yang beralaskan dapat memicu risiko serangan teror terhadap Swedia. Namun, keputusan tersebut dibatalkan oleh pengadilan Swedia yang mengatakan bahwa polisi haruslah memberikan alasan yang lebih jelas.*