"Saya rasa ini perlu perhatian lebih dari (Pemerintah) Provinsi Jawa Barat, karena kami sudah berjuang selama satu tahun di wilayah Kabupaten Sukabumi," papar Dani.
"Tapi oleh pejabat-pejabat di sana kami selalu dilempar bahwa ini kewenangan provinsi," lanjutnya.
Dani menuturkan, meski sudah jelas merugikan masyarakat dan merusak lingkungan, tak ada kontribusi apapun dari pihak perusahaan-perusahaan yang berdiri di Sukabumi.
"Kami pernah bertemu dengan perwakilan perusahaan bersama DPRD Kabupaten Sukabumi, mereka bilang kontribusi itu ada," tuturnya.
"Tapi saya sampaikan bahwa kontribusi itu tidak sebanding dengan keuntungan yang mereka (perusahaan) dapat," tambah Dani.
Dia menjelaskan, adapun kontribusi yang diklaim perusahaan yakni sebatas memperbaiki jalan rusak akibat dilintasi kendaraan besar industri.
"Kontribusi perusahaan itu membangun musholla dan memperbaiki jalan. Tapi dicek lapangan, jalan mana yang dibetulkan? Karena tetap rusak, infrastruktur terabaikan," jelas Dani.
"Kalau pun ada CSR, entah pengelolaannya seperti apa, tapi nyatanya di sana sangat-sangat terabaikan," tambahnya.
Dani menuntut pada Pemprov Jabar, supaya melakukan evaluasi serta pengkajian ulang terhadap industri-industri yang berdiri di Sukabumi.
"Perlu evaluasi lagi, karena di Padabeunghar bukan AMDAL yang dipegang tapi UKL-UPL. Semengerikan itu di Kabupaten Sukabumi," katanya.
Dani menegaskan, pemerintah melalui ESDM Provinsi Jabar harus terjun langsung ke lapangan, agar mengetahui dan melihat langsung kondisi yang tengah terjadi.
Pemeriksaan dokumen-dokumen pun menurutnya perlu dikaji ulang, sebab dinilai berbanding terbalik dengan apa yang semestinya dilakukan.
"Sejauh ini pemerntah di Kabupaten Sukabumi tidak ada tindakan. Pemerintah abai. Jika belum ada sikap dan tindakan dari Pemprov Jabar, kami pastikan akan datang lagi dan mengerahkan massa lebih banyak," pungkas Dani. (Bas)