GELAR sarjana di era digital saat ini tak bisa dijadikan jaminan kesuksesan. Data World Economic Forum menunjukkan bahwa di tahun 2025 saja akan ada 85 juta lapangan kerja yang terdisrupsi dan berpotensi digantikan oleh mesin.
Bahkan, perusahaan teknologi besar juga sudah banyak yang saat ini tidak mensyaratkan ijazah sebagai syarat seleksi karyawan.
Hal ini diungkapkan Widya Priyahita Pudjibudojo DBA Cand, Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta, dalam Webinar SEVIMA di Hari Sarjana Indonesia, Kamis, 39 September 2022, siang.
Di hadapan ribuan mahasiswa Komunitas SEVIMA, Widya berpesan bahwa sarjana harus terus meningkatkan kemampuan diri jika mau bertahan di tengah era digital.
Menurutnya, saat ini zaman telah menghadapi triple disruption, bahkan disrupsi empat lapis. Yakni disrupsi revolusi dan bisnis, disrupsi pandemi, disrupsi anak muda dan disrupsi perubahan alam.
"Ada job lost (pekerjaan yang hilang), akan ada juga job gain, pekerjaan yang dulu tidak ada namun sekarang muncul dan berkembang pesat, hal-hal yang terkait digital. Para sarjana perlu segera meningkatkan kemampuan diri," kata Widya yang kini juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara.
Untuk meningkatkan peluang sukses di masa depan, setidaknya ada empat tips survive (bertahan) dan anti menganggur yang disampaikan oleh Widya bagi generasi muda. Berikut tipsnya:
- Pahami peluang yang ada
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia, kata Widya, telah merilis informasi bahwa setidaknya ada sembilan juta talenta digital yang dibutuhkan di Indonesia.
Namun, berdasarkan prediksi yang bisa dipenuhi saat ini baru sekitar 2,5 juta talenta saja. Sehingga masih ada kesempatan bagi generasi muda untuk mengasah bakatnya di bidang digital, karena lapangan kerja tersedia luas.
Peluang lainnya di berbagai bidang terkait digital juga tersedia. Misalnya, seseorang yang memiliki jiwa seni yang baik, di masa lalu akan berkarya sebagai seorang pelukis saja.
Tapi sekarang peluang kerja baru bagi anak seni terbuka lebar, sebagai desainer grafis maupun pembuat konten. Widya berharap para sarjana jeli dalam memahami peluang, jangan hanya berpikir linear dan menunggu.
"Bahkan, dengan Linkedin dan berbagai aplikasi untuk memamerkan portofolio, asalkan sarjana itu punya karya, bisa membuat produk yang dijual ke seluruh dunia. Cukup internet, dan modal Bahasa Inggris, bisa mendpatkan klien untuk desain dan content maker (pembuat konten) dari luar negeri dengan gaji dollar," kata Widya.
"Jangan hanya belajar linier. Anak politik bisa belajar digital, anak kedokteran bisa belajar digital. Belajar apapun pasti ada manfaatnya," tambahnya.
Dia melanjutkan, disrupsi yang terjadi saat ini membawa fenomena menarik karena ada job lost dan job gain. Di mana ada beberapa pekerjaan yang dulu eksis namun sekarang menghilang dan sudah tidak dibutuhkan lagi. Tapi kemudian ada pekerjaan baru muncul dan berkembang pesat.
- Jangan ragu belajar di luar bidangnya
Menurut Widya saat ini adalah era hybrid (campuran dengan teknologi) bukan lagi linear (ilmu murni). Tak terkecuali dalam pola pikir dan pembelajaran. Semua bidang ilmu bisa dikembangkan dengan memanfaatkan teknologi.