"Kita buat sehari-hari aja susah, ini BBM naik makin nambah susah kita buat memenuhi kebutuhan," terangnya.
Kosasih menjelaskan, dirinya bisa saja menerima keputusan pemerintah saat ini, dengan syarat sesuaikan biaya ongkos atau tarif ojek online dan stabilkan harga komoditas.
"Sekitar tanggal 29 (Agustus 2022) kemarin tarif rencana mau naik tapi diundur dulu, dengan alasan kebutuhan masyarakat sedang tinggi," jelasnya.
"Tapi ini BBM langsung naik. Memangnya kita ojeg onine enggak ada kebutuhan juga? Memang kami para driver ini bukan masyarakat juga?" lanjut Kosasih.
Dia meminta agar pemerintah bersikap adil. Ketika menaikkan harga BBM, maka sesuaikan juga tarif ojek online dan stabilkan antara suplai dengan kebutuhan masyarakat.
"Masih mending kalau kita orderan ramai, ini kalau sepi jangankan buat beli makan atau kasih uang ke anak istri, untuk bensin juga kita bayar pakai apa?," tanya Kosasih.
Diketahui, penyesuaian harga tersebut membuat BBM jenis Pertalite yang semula Rp7 ribu 650 per liter kini menjadi Rp10 ribu per liter.
Sementara untuk BBM jenis solar subsidi yang semula harganya di angka Rp5 ribu 150 berubah menjadi Rp6 ribu 800 per liter.
Tidak hanya BBM bersubsidi, BBM non-subsidi pun diketahui mengalami penyesuaian harga.
BBM jenis Pertamax non-subsidi semula harganya Rp12 ribu 00 per liter, sekarang menjadi Rp14 ribu 500 per liter.
"Kalau naik BBM harga kebutuhan usahakan biar enggak meroket, terus ini subsidi juga yang menikmati orang-orang kaya, banyak uang," tutur Kosasih.
"Buktinya saya lihat ada yang pakai mobil mewah, Pajero, itu isi bensinnya di solar ada juga di pertalite, enggak di pertamax," tambahnya.
Kosasih menegaskan, jatah subsidi menjadi menipis karena dimanfaatkan masyarakat dengan kalangan ekonomi menengah ke atas.
Sementara itu, dia mengaku, untuk bantalan bantuan sosial (bansos) dari peralihan subsidi BBM sebesar Rp600 ribu itu sangat tidak efektif.
"Makanya, saya minta pemerintah lihat kami rakyat bawah langsung di lapangan, biar tahu. Bansos enggak merata, pembagiannya sering enggak tepat sasaran," ujarnya.
Dikatakan Kosasih, bansos Rp600 ribu untuk empat bulan dengan sistem dua kali penyaluran itu dianggap tidak bisa jadi kompensasi atau pemecah masalah atas naiknya harga BBM.