JAKARTA - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang tengah mewabah pada hewan ternak Indonesia tidak akan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia. PMK bukan zoonosis, karena penyakit ini tak menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya.
"PMK itu bukan penyakit zoonosis. Jadi tidak menular kepada manusia. Manusia bukan inangnya. PMK hanya menyerang hewan berkuku genap. Kita (manusia) berkuku ganjil," kata Pejabat Otoritas Veteriner Kota Bandung, Jawa Barat, Elise Wieke, belum lama ini.
Elise berharap masyarakat tetap mengonsumsi produk hewan ternak, baik dalam bentuk segar ataupun olahan, seperti biasanya.
"Untuk masyarakat, tetaplah mengonsumsi hewan yang rentan PMK. Tanpa harus takut dan ragu. Yang penting pengolahannya benar: dimasak sampai dengan matang," kata Elise.
Ia menjelaskan tidak ada perbedaan fisik produk segar dari hewan terpapar PMK dengan yang tidak terpapar.
"Secara fisik tidak terlihat perbedaannya. Karena memang yang diserang PMK itu kan daerah mulut dan kuku," katanya.
Kendati produk segar hewan terpapar PMK aman dikonsumsi, ia meminta masyarakat untuk mengolahnya dengan cara tepat. Hal ini bukan karena potensi virus menginfeksi manusia, tetapi guna memotong rantai penyebaran melalui manusia sebagai carrier.
"Misalkan daging itu minimal 30 menit direbus dulu, sebelum diolah. Harapannya virus sudah mati. Atau didiamkan di pendingin selama 24 jam, harapannya virus-virus sudah mati (di situ)," katanya.
Wakakordalops Satgas Penanganan PMK Brigjen Pol Ary Laksmana Widjaja menambahkan, untuk produk olahan dari hewan ternak di zona merah tetap aman dikonsumsi masyarakat. Zona merah adalah 70% wilayah sudah terdapat wabah PMK yang menjangkiti ternak.
"Untuk semua produk olahan dari zona merah sebenarnya bisa dibawa ke zona merah, zona kuning, dan zona hijau. Kenapa? Karena namanya produk olahan tentu sudah melalui berbagai proses agar memenuhi syarat kesehatan dan sebagainya, termasuk juga untuk (bebas penyakit) PMK," katanya.
Untuk mengendalikan PMK, Kementerian Pertanian (Kementan) antara lain menerapkan karantina ketat bagi distribusi hewan ternak dengan mewajibkan peternak mengantongi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH). Sedangkan bagi produk daging yang diimpor, harus memiliki surat rekomendasi bebas PMK dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan.