اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
“Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Al-Imran: 159)
2. Membahagiakan orang lain, mendatangkan kebahagiaan untuk diri sendiri
Sungguh kebahagiaan ini tidak dapat dirasakan, kecuali oleh mereka yang sudah melakukannya. Membahagiakan orang lain memiliki berbagai macam sarana dan bentuk. Ada yang bersifat materi, seperti memberikan bantuan untuk orang fakir, ataupun yang bersifat maknawi, seperti mendamaikan dua orang yang sedang berselisih ataupun menasehati orang lain.
Di antara bentuk membahagiakan orang lain yang paling mulia adalah meringankan beban dan kesulitan yang sedang mereka hadapi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعَسِّرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِيْ الدُّنْيَا وَالآَخِرَةِ
“Barangsiapa yang menghilangkan satu kesulitan seorang mukmin yang lain dari kesulitannya di dunia, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesulitan pada hari kiamat. Barangsiapa yang meringankan orang yang kesusahan (dalam utangnya), niscaya Allah akan meringankan baginya (urusannya) di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim no. 2699)
Sedangkan bentuk ‘sedekah’ dan membantu orang lain yang paling utama adalah mengajarkan ilmu agama. Sahabat Nabi Muadz bin Jabal pernah berkata,
تعلموا العلم ، فإن تعلمَه للهِ خشيةٌ ، وطلَبه عبادةٌ ، ومذاكرتَه تسبيحٌ ، والبحثَ عنه جهادٌ ، وتعليمَه لمن لا يعلمه صدقةٌ
“Belajarlah kalian ilmu agama, sungguh mempelajarinya karena Allah mendatangkan rasa takut kepada-Nya, mencari dan mempelajarinya adalah ibadah, mengulangi dan mengingat-ingatnya adalah salah bentuk zikir, membahasnya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah.” (Madariju As-Salikiin karya Ibnul Qayyim, 4: 134)
3. Hati yang bersih dari balas dendam dan kedengkian
Kebahagiaan yang hakiki (yaitu kebahagiaan di akhirat nanti) tidak diperuntukkan, kecuali untuk mereka yang memilik hati yang bersih. Allah Ta’ala berfirman,
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَّلَا بَنُوْنَ ۙ اِلَّا مَنْ اَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ ۗ
“(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’ara’: 88-89)
Seorang muslim tentunya harus bersemangat untuk menyucikan hatinya dari segala macam penyakit dan apa-apa yang mengotorinya, baik itu rasa sombong, kebencian, maupun rasa iri dan dengki kepada yang lain. Karena bersihnya hati merupakan ciri-ciri penduduk surga yang Allah Ta’ala kisahkan di dalam Al-Qur’an,
وَنَزَعْنَا مَا فِى صُدُورِهِم مِّنْ غِلٍّ تَجْرِى مِن تَحْتِهِمُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۖ وَقَالُوا۟ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِى هَدَىٰنَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِىَ لَوْلَآ أَنْ هَدَىٰنَا ٱللَّهُ ۖ
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka, mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah, yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (QS. Al-A’raf: 43)