BANDUNG – Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Bina Cipta Ujungberung menggelorakan gerakan berantas buta literasi hingga mengembangkan inovasi literasi anak usia dini. Program ini mulai berawal dari 14 Mei 2009.
Ide awal menyelenggarakan taman bacaan, digagas oleh pasangan suami-istri Santi Susilawati dan Asep Sobana.
Melalui program yang berada di bawah satuan Pendidikan Nonformal, yaitu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). PKBM Bina Cipta Ujungberung tercipta dari sinergi beberapa pihak yang secara sukarela ingin menggencarkan literasi bangsa.
“Karena saat itu saya membutuhkan buku untuk anak-anak saya mencari donasi buku. Kebetulan saya senang (mengunggah) di Facebook, dari situ saya mulai galang donasi, mulai banyak yang melirik,” ujarnya kepada Jabar Ekspres belum lama ini.
Melalui sosial media, masyarakat sekitar, berbagai universitas, serta peran pemerintah, Santi berhasil mendapatkan buku untuk TBM miliknya.
“Dari buku yang awalnya 10-20, sekarang adalah 10.000 lebih,” jelas Santi.
Tugas kuliah miliknya saat itu, membuat Santi memulai perjalanannya memberantas buta aksara. Santi menerka mengapa di Kota Bandung yang dilabeli sebagai Smart City masih ada orang yang tidak dapat membaca dan menulis. Sehingga hatinya merasa tergerak untuk membina.
“Setelah saya teliti, ternyata bukan orang Bandung asli. Diantaranya ada penjual jamu kemudian tukang bakso yang saat itu mereka urbanisasi ke kita. Mereka sudah puluhan tahun di Bandung. Rata-rata mereka itu tidak pernah sekolah, mayoritas itu dari Jawa Timur dan Tengah, dari Madura juga ada,” jelasnya.
Akhirnya ada 20 orang pengidap buta aksara yang berhasil Santi kumpulkan dan bina. Mereka kesulitan menggunakan smartphone, berkomunikasi via surat, maupun melakukan berbagai kegiatan seperti melaksanakan umroh.
“Saya ingat pernah ada yang namanya Ibu Juariyah yang akan berangkat umroh. Tidak tamat SD, kemudian dapat sekolah ijazah namanya SUKMA (Surat Keterangan Melek Aksara) dibina disini. Karena buat paspor itu salah satu rujukannya akte, dan ijazah,” jelas Santi.
“Akte kelahiran gak punya, jadi harus mengupayakan ijazah. Karena dia lolos dari keaksaraan, yaitu program yang diberikan kepada lansia yang tidak bisa baca tulis, akhirnya dia bisa bikin paspor. alhamdulillah dia bisa melanjutkan umroh,” sambungnya.
Ia turut menceritakan kisah seorang lansia bernama Jum yang memiliki anak yang selalu mengirimkannya surat, sedangkan dirinya tidak bisa membaca.
Setelah dibina oleh PKBM Bina Cipta, Jum berhasil melepas label buta aksara dan akhirnya bisa merasakan manfaat literasi. “Itulah salah satu cerita kecil, kenapa kita bisa merasakan bahwa ada kebermanfaatan untuk masyarakat,” tuturnya.
Wanita yang telah menjabat selama dua periode (2009-2021) sebagai Sekretaris Forum Bacaan Masyarakat di Jawa barat ini juga turut menggencarkan program literasi untuk anak berusia dini tanpa paksaan membaca.
“Menurut survey UNESCO dan penelitian-penelitian. Kita itu nomor 61 dari 63 negara yang minat bacanya rendah. Berawal dari sana saya coba menerapkan anak usia dini saja suka membaca. Karena di 2045 kita ditantang mempunyai generasi golden age,” kata Santi.