JAKARTA – Satu per satu kejanggalan atas peristiwa baku tembak ajudan Ferdy Sambo antara Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan Bharada E, terungkap.
Baku tembak antara Brigadir J dengan Bharada E itu terjadi di kediaman Irjen Pol Ferdy Sambo.
Mabes Polri menyatakan, baku tembak terjadi dipicu dugaan pelecehan seksual yang dilakukan tehadap istri Kadiv Propam, Putry Chandrawati.
Untuk diketahui, baik Brigadir J maupun Bharada E sama-sama berasal dari Brimob.
Brigadir J diperbantukan jadi sopir pribadi istri Ferdy Sambo, Putry Chandrawati.
Sementara Bharada E disebut Mabes Polri adalah pelatih ‘vertical rescue’ dan petembak kelas satu di Resimen Pelopor, adalah ajudan Ferdy Sambo.
Hal itulah yang disorot Ketua Pusat Studi Hukum Kepolisian (PSHK) Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Muhammad Taufiq.
Karena itu, Polri harus menjelaskan secara rinci kasus baku tembak itu kepada publik.
Pasalnya, taufik menyebut, tidak sedikit kejanggalan dalam kasus yang mengheboskan masyarakat hingga memunculkan asumsi dan opini liar.
“Di balik tewasnya Brigadir Joshua, masih menyisakan kejanggalan besar,” kata Muhammad Taufiq, Rabu (13/7).
Namun yang paling disorot sekligus tanda tanya besar adalah kepemilikan senjata api Bharada E.
Bharada, untuk diketahui merupakan singkatan dari Bhayangkara Dua.
Itu adalah pangkat terendah untuk golongan tamtama.
Urutan pangkat polisi golongan tamtama, yakni Ajun Brigadir Polisi (Abrip), Ajun Brigadir Polisi Satu (Abriptu), Ajun Brigadir Polisi Dua (Abripda), Bhayangkara Kepala (Bharaka) Bhayangkara Satu (Bharatu), dan Bhayangkara Dua (Bharada).
Sementara berdasarkan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, Bharada E sebagai tamtama tidak diperkenankan memegang senjata, kecuali dalam pengamanan tertentu.