Radarjabar.disway.id, Bandung - PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga tiga jenis BBM nonsubdisi, yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex.
Kenaikan yang mulai berlaku sejak Minggu (10/7) membuat harga Pertamax Turbo (RON 98) yang awalnya Rp14.500 menjadi Rp16.200 per liter, Dexlite naik dari Rp12.950 per liter menjadi Rp15.000 per liter, dan Pertamina Dex naik dari Rp 13.700 per liter menjadi Rp16.500 per liter.
"Penyesuaian harga BBM Umum dalam rangka mengimplementasikan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui SPBU," dilansir dari keterangan Pertamina, Minggu (10/7).
Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi mengatakan, pemerintah perlu memberikan tranparansi harga perekonomian khususnya harga barang-barang nonsubsidi.
Dia juga menilai kebijakan ini tidak tepat, merujuk pada baru diterapkannya uji coba MyPertamina untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
“Menurut saya itu kebijakan yang tidak tepat, karena membuat selisih antara BBM subsidi dengan nonsubsidi menjadi semakin lebar. Pemerintah juga harus transparan mengenai harga perekonomian Indonesia yang sebenarnya,” ujar Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan itu saat dihubungi Jabar Ekspres, Senin (11/7).
Imbas dari kenaikan BBM nonsubsidi ini, kata dia, dapat membuat semakin banyak kelompok masyarakat perekonomian menengah ke atas yang bermigrasi ke BB subsidi.
Acu juga menduga, saat ini 80 persen BBM subsidi masih dinikmati oleh sekitar 60 persen warga mampu.
“Padahal kan kita tau pembatasan BBM bersubsidi yang sekarang lagi diuji coba dengan aplikasi MyPertamina itu karena ada 20 persen kelompok masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pertamax itu beralih ke pertalite, karena harga pertamax yang terlalu tinggi,” ungkapnya.
“Dan ada konsumen yang membeli pertamax, sekitar 20-30 persen, migrasi ke pertalite. Jadi menurut saya tidak tepat sebenarnya (kenaikan harga pertamax),” sambungnya.
Menurutnya, pemerintah perlu mempersempit perbedaan harga antara BBM bersubsidi dengan nonsubsidi, demi menciptakan pemerataan konsumsi BBM dan menghindari potensi terjadinya kelangkaan di salah satu jenis BBM.
Dia juga meminta pemerintah untuk mengkaji ulang keputusan kenaikan harga tiga jenis BBM nonsubsidi ini, demi menjaga kestabilan konsumsi bahan bakar di masyarakat.
“Menurut saya kombinasi itu penting, jangan hanya menggiring ke satu jenis BBM saja, nantinya akan berujung kelangkaan. Pertimbangannya itu perlu dilihat dari migrasi mengkonsumsi bbm bersubsidi, juga rentang harga antara BBM subsidi dengan nonsubsidi,” ujar Acu.
“Jadi saya melihat kebijakan ini semacam kebijakan pemadam kebakaran, istilah saya itu jurus mabuk, seperti orang kalap gitu,” tandasnya.*** (Arv)