Dalam hakikatnya, agama dan sains merupakan dua mahakarya peradaban. Namun keduanya kerap di salah gunakan manusia sebagai bentuk alasan untuk hidup bersama secara tidak rukun.
Kerap kali kaum sains dan para simpatisan sains melecehkan kaum agamis dan para penganutnya sebagai pemercaya takhayul, dogmatis, ketinggalan zaman. Bahkan penghambat perkembangan peradaban.
Pelecehan yang benar-benar terjadi baik sebagai fenomena psikokultural maupun berdasarkan rekam jejak sejarah peradaban.
Fakta sejarah membuktikan pada abad pertengahan memang penguasa gereja sangat mencurigai sains dan saintis. Korban paranoida gereja yang paling tersohor yakni Galileo Galilei yang berani membenarkan teori Kepler dan Kopernikus. Bahwa dunia memutari matahari. Sementara gereja berpegang teguh pada keyakinan. Dunia adalah pusat semesta, maka matahari memutari dunia bukan sebaliknya.
Galileo pun terpaksa mengkhianati keyakinannya demi membenarkan keyakinan gereja agar tidak di hukum terlalu berat oleh gereja. Korban ketidak-sukaan gereja terhadap sains yang di kenal lainnya ialah Charles Darwin. Ia gegabah mengungkap gagasan evolusi yang di anggap berbahaya merusak teori genesis versi gereja.
Di Amerika Serikat, resmi melarang teori evolusi Darwin di ajarkan di sekolah-sekolah. Kemudian di gugat oleh para pendukung Darwin sehingga teori evolusi akhirnya boleh di ajarkan kembali. Meskipun di hujat oleh gereja dan para penganut gereja.
Sampai saat ini, di Amerika Serikat masih ada yang tidak percaya teori evolusi. Bahkan lebih percaya bahwa dunia datar.
Pada hakikatnya dapat di mengerti bahwa ada pula masyarakat yang pro sains. Kemudian melecehkan agama sebagai balas dendam atas perlakuan tidak adil terhadap Galileo dan Darwin dan para saintis lain-lainnya.
Namun selama tidak menyengsarakan umat manusia sebenarnya tidak masalah apabila ada yang berkeyakinan bahwa dunia adalah pusat semesta. Dan Tuhan menciptakan Adam dari tanah serta Hawa dari tulang rusuk Adam. Serta ada yang berkeyakinan matahari di putari planet bumi serta menolak teori evolusi berdasar seleksi alam versi Darwin.
Fakta sejarah membuktikan bahwa di kawasan Bait Al Hikmah yang di hadirkan di Bagdad pada abad IX, agama dan sains dapat bersatu padu menjadi energi lahir-batin untuk menyejahterakan manusia.
Sama halnya mashab kerukunan umat beragama berdasar agamamu agamamu, agamaku agamaku. Maka absahlah mashab kerukunan antara umat agama dengan umat sains berdasar keyakinanmu keyakinanmu, keyakinanku keyakinanku. Tanpa saling mengganggu apalagi saling melecehkan.
Meski saling beda keyakinan, namun umat beragama dan masyarakat bersains mampu kalau mau saling menghargai dan saling menghormati. Agama dan sains potensial menjadi sinergi luar biasa sebagai energi untuk menggerakkan mekanisme perkembangan peradaban umat manusia menuju masa depan yang lebih baik ketimbang masa kini.
Sains yang di ejawantahkan tanpa kendali akhlak yang di tawarkan oleh agama, alih-alih bermanfaat malah rawan merusak peradaban manusia. Seperti yang telah terbukti di lakukan secara mengerikan oleh Adolf Hitler.
Alangkah indahnya apabila agama dan sains di persembahkan secara harmonis terpadu bagi kemanusiaan.