Sekjen PBB Ungkap Kekhawatirannya Mengenai Ketegangan Israel dan Lebanon
Potret Antonio Gutteres--X/antonioguterres
RADAR JABAR - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengungkapkan kekhawatirannya terkait ketegangan yang berlangsung antara Israel dan Lebanon. Ia juga menekankan pentingnya menghindari konflik serupa dengan situasi di Gaza di Lebanon, pada Senin (15/1),
"Kami tidak ingin Lebanon menjadi seperti Gaza. Dan kami tidak bisa membiarkan apa yang terjadi di Gaza berlanjut," ujar Guterres dalam konferensi pers di kantor pusat PBB.
Sekjen PBB menyoroti bahwa puluhan ribu orang di utara Israel dan selatan Lebanon telah terpaksa mengungsi karena konflik, dan menggarisbawahi bahwa akses bantuan kemanusiaan di Lebanon mengalami kendala.
BACA JUGA:Menlu Retno Tegaskan Komitmen Akan Dukung Palestina Melalui ICJ
"Berhenti bermain api di Garis Biru (Blue Line), kurangi eskalasi, dan akhiri permusuhan sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan 1701," ujar Guterres.
Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel meningkat pasca serangan militer Israel yang mematikan di Jalur Gaza, yang terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Bentrokan terbaru antara Hizbullah dan pasukan Israel, yang menjadi konfrontasi paling mematikan sejak perang penuh skala antara kedua pihak pada tahun 2006, terjadi baru-baru ini. Sekjen PBB juga telah kembali menyerukan gencatan senjata di Gaza.
"Serangan gencar pasukan Israel di Gaza selama 100 hari ini telah menyebabkan kehancuran besar-besaran dan pembunuhan warga sipil pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya selama saya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal," ujar Guterres.
BACA JUGA:Misteri di Balik 10 Bangunan Paling Angker di Dunia
Menggarisbawahi bahwa mayoritas korban tewas adalah perempuan dan anak-anak, Guterres menyatakan tidak ada justifikasi untuk hukuman kolektif terhadap rakyat Palestina. Selain itu, Guterres juga merinci beberapa prinsip dasar untuk operasi kemanusiaan yang efektif di Gaza.
Ia menekankan bahwa PBB dan mitra-mitranya menghadapi kesulitan dalam memberikan bantuan ketika Gaza mengalami pemboman intensif oleh Israel. Tak hanya itu, Gutteres juga menyoroti tantangan besar dalam operasi bantuan di perbatasan Gaza dan dalam distribusi bantuan di dalam Gaza.
"Ini termasuk penolakan berulang kali terhadap akses ke wilayah utara (Gaza), tempat ratusan ribu orang masih tinggal. Sejak awal tahun ini, hanya tujuh dari 29 misi pengiriman bantuan ke wilayah utara yang dapat dilanjutkan," tambahnya.*
Sumber: