Oposisi Israel Desak Agar Diadakan Pemilu Baru Selama Serangan Berlanjut
Potret Yair Lapid, Oposisi dari Netanyahu--Britannica
RADAR JABAR - Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid pada Minggu (17/12) mendesak agar segera diadakan pemilu baru di tengah serangan yang masih berlangsung di Jalur Gaza.
"(Benjamin) Netanyahu tidak bisa terus menjadi perdana menteri," ujar Lapid kepada surat kabar Yedioth Ahronoth.
Selain itu, Lapid menyatakan bahwa "pemilu dapat diadakan selama perang."
Ini merupakan kali pertama pemimpin oposisi Israel meminta pemilu baru dalam konteks serangan ke wilayah Gaza yang sedang berlangsung.
BACA JUGA:Perlakuan Dibedakan dengan Warga Israel, Keluarga Palestina-AS Gugat Pemerintahan Biden
Seruan tersebut muncul ketika kritik terhadap Netanyahu semakin meningkat karena kegagalannya mengakui tanggung jawab atas serangan lintas batas yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober.
Hasil jajak pendapat terbaru dari Institut Penelitian Lazar untuk harian Israel Maariv menunjukkan bahwa hanya 27 persen warga Israel yakin bahwa Netanyahu layak memimpin pemerintahan.
Jajak pendapat tersebut juga mencatat bahwa sekitar setengah, atau 49 persen, warga Israel percaya bahwa Benny Gantz, ketua Partai Persatuan Nasional, adalah figur yang tepat untuk memimpin pemerintahan negara.
BACA JUGA:Presiden RI Menyatakan Isu Rohingya Penting untuk Dibahas dalam KTT ASEAN-Jepang
Banyak warga Israel berharap bahwa penyelidikan pasca-perang terhadap serangan Hamas akan mengakhiri karir politik Netanyahu, yang terpilih sebagai perdana menteri pada 2022. Sampai saat ini, belum ada tanggapan dari Netanyahu terkait pernyataan Lapid.
Israel telah melakukan serangan udara dan darat di Jalur Gaza sebagai balasan atas serangan Hamas, menyebabkan kematian sedikitnya 18.800 warga Palestina, sebagian besar di antaranya anak-anak dan wanita, serta melukai 51.000 lainnya, menurut otoritas kesehatan di wilayah kantong tepi pantai tersebut.
Hampir 1.200 orang diperkirakan tewas dalam serangan yang dilancarkan oleh Hamas, sementara lebih dari 130 orang masih disandera.*
Sumber: antara