Lebih Memilih Mempunyai Kucing, Hong Kong Dihantam Krisis Populasi

Lebih Memilih Mempunyai Kucing, Hong Kong Dihantam Krisis Populasi

Ilustrasi populasi Negara Hong Kong-pixabay-pixabay

RADAR JABAR- Hong Kong kini sedang mengalami krisis populasi setelah warganya kebanyakan tak mau mempunyai anak. Wilayah tersebut tercatat memiliki jumlah kelahiran yang menurun drastis.

Sekertaris, Pendidikan Kota Christine Choi mengatakan ada lima sekolah dasar yang tidak akan menerima dan untuk kelas pertama, karena tahun ini terlalu sedikit murid yang mendaftar. Lambat laun, sekolah tersebut akan ditutuo seiring menurunnya jumlah murid yang mendaftar.

“Jika anda mengatakan mencabut subsidi untuk kelas yang kekurangan satu murid berarti kurangnya kasih sayang, maka hal yang sma dapat dikatakan untuk menariknya dari kelas 14. Apa ukuran kelas yang masuk akal dalam hal ini?” ungkap Choi pada seorang reporter Hong Kong Free Press pada konferesnsi pers tentang kelas-kelas pertama yang dibatalkan.

Dilansir dari Hong Kong Free Press fakta yang tak terbantahkan bahwa populasi usia sekolah di Hong Kong ini menurun. Pada tahun 2029, populasi usia sekolah berusia 12 tahun diperkirakan turun 16 persen dari 71.600 tahun ini menjadi 60.100.

 

Pada saat yang sama telah terjadi peningkatan yang mencolok antara usia rata-rata pernikahan. Pertama dari populasi perempuan yang berjumlah 26,2 dan laki-laki yang berjumlah 29,1 pada tahun 1991, menjadi 30,4 dan 31,9 menurut Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong.

Pada sebuah survei tahun 2023 oleh Hong Kong Women Development Association (HKWDA) menunjukan, lebih dari 70% responden berusia 18 tahun ke atas. Mereka mengatakan kepada peneliti bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk melahirkan.

Pada 2011, sebanyak 84% anak laki-laki dan 70% perempuan ingin memiliki anak. Namun pada tahun 2021 jumlahnya menurun menjadi 70% dan 55%. Hal itu menandakan terjadinya perubahan sikap untuk melahirkan anak.

“Sungguh aneh bahwa siswa sekolah menengah kehilangan kepercayaan pada pernikahan dan melahirkan pada tahao awal seperti itu,” Jelas Ketua Komite Penelitian Paul Yip, saat Konferensi Pers.

Yip mengungkapkan, faktor yang berdampak mereka tidak ingin melahirkan mungkin karena protes pada 2019 terhadap RUU ekstradisi, pandemi COVID-19, dan eksodus dari Hong Kong. Karena itu ia menyimpulkan, pemerintah dan individu sama-sama berkonstribusi pada fenomena ini.

Alasan Tidak Ingin Memiliki Anak

Dikutip dari Channel News Asia (CNA) terdapat seorang manajer pemasaran berusia 34 tahun bernama Ah Ying. Ia mengatakan bahwa ia tidak ingin mempunyai anak, meskipun sang suami terbuka untuk memiliki anak.

Alasan dia tidak memiliki anak dikarenakan, dia tidak memiliki rencana sejak terjadinya kerusuhan sosial di tahun 2019, dimana saat itu Beijing memperketas cengkeramannya melalui undang-undang kemanan nasional dan perombakan sistem pemilu untuk memastikan hanya ‘patriot’ yang memerintah kota.

Dengan sistem sekolah yang menekankan patriotisme, dia khawatir anak-anaknya kelak bakal ‘dicuci otak’. Selain itu, ia juga terhambat oleh biaya membesarkan anak. Dimana kita ketahui Hong Kong merupakan negara yang sangat kompetitif dan memiliki biaya sekolah yang terbilang mahal.

Dia dan suaminya pun lebih memilih mengadopsi seekor kucing dan menganggap hewan tersebut sebagai anggota keluarganya.

Sumber: