Observatorium Bosscha, Seabad Astronomi Modern (1)

Observatorium Bosscha, Seabad Astronomi Modern (1)

Observatorium Bosscha berlokasi di Lembang, Kabupaten Bandung Barat-Akmal/Jabar Ekspres-

Bosscha Sterrenwacht atau Observatorium Bosscha yang terletak di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) kini berusia satu abad. Komplek peneropongan bintang peninggalan Belanda ini menyimpan sejuta catatan sejarah. Terlebih dalam perkembangan pengetahuan astronomi dunia.

AKMAL FIRMANSYAH, KBB, Jabar Ekspres

OBSERVATORIUM Booscha dibangun atas prakasa Karel Albert Rudolf (K.A.R.) Bosscha. Dibantu keponakannya: R.A. Kerkhoven dan seorang astronom Hindia Belanda: Joan George Erardus Gijsbertus Voûte.

Observatorium Booscha diresmikan pada 1 Januari 1923, oleh Gubernur Jendral de Fock, sebagai bentuk penghargaan atas keluarga Booscha.

Pendirian Observatorium Astronomi sudah ada sejak tahun 1920. Kala itu Bosscha menghimpun para peminat untuk membentuk sebuah perkumpulan yang akan merealisasikan ide pembangunan observatorium: Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV).

Usai melakukan pertemuan di Grand Hotel Homann, lalu dilakukan penelitian, dan setelah itu didapat tempat di salah satu puncak di sekitar perbukitan Tangkuban Parahu.--hadiah dari Ursone peternak sapi perah berkebangsaan Itali.

Pada Oktober 1922 tahap konstruksi pembangunan kompleks Observatorium  mulai dilakukan. Bangunan teropong bintang yang dipesan dari Carl Zeiss Jena di Jerman dipersiapkan berdasarkan bangunan arsitek C.P Wolf Schoemaker.

Observatorium Booscha di Lembang ini diserahkan oleh Nederlands-Indische Sterrenkundige Vereeniging – NISV (Perkumpulan Ilmu Astronomi Hindia-Belanda) ke Technische Hoogeschool te Bandoeng - sekolah tinggi teknik di Hindia Belanda (sekarang menjadi ITB).

Kepala Observatorium Bosscha, Premana W. Premadi, mengatakan Observatorium Bosscha sudah menginjak 100 tahun. Tidak hanya itu, 1 abad Booscha pun merayakan mengenai ilmu pengetahuan.

"Perayaan 100 tahun Observatorium Bosscha adalah merayakan ilmu-ilmu pengetahuan, karena ilmu astronomi melibatkan banyak sains," kata Premana saat dijumpai oleh Jabarekpres, Senin (16/1/23) lalu.

Atas dasar tersebut, Premana mengajak kita berefleksi kebelakang pada tahun 1915 Albert Einstein mencetuskan teori relativitas-nya. Menurutnya, Observatorium Bosscha di tahun 2015 ikut merayakannya juga, selang delapan tahun Booscha berdiri tahun 1923 dan di tahun 2023 ini Booscha merayakan ilmu astronomi di Indonesia. 

Peraih penghargaan Honorary Fellowship yang diberikan Royal Astronomical Society (RAS), Inggris itu menilai ilmu astronomi ini sangat berdampak pada kehidupan manusia dari segi praktis, spiritual, dan bahkan seni.

"Betapa terdepan Observatorium Booscha dalam kemajuan sains, betapa ingin terlibat dalam Booscha memajukan sains betul-betul terobosan," beber Premana.

Dia menjelaskan, dalam perjalanan 100 tahun terdapat bagian catatan sejarah, bagaimana di masa lalu setelah Jepang kalah pada pertempuran Pasifik, meninggalkan juga Booscha yang pernah dipimpin oleh direktur orang Jepang, Masashi Miyadi. 

"Pasca perang dunia kedua, Observatorium Bosscha mengalami restorasi besar-besar, peralatan besar banyak direstorasi, pada zaman itu terjadi juga keruntuhan ekonomi, di sini banyak barang berharga, tapi untungnya penduduk dan Staff Booscha yang asli warga sini, pada zaman itu menyimpannya dengan baik," jelas dia.

Sementara itu, dalam catatan sejarah yang ditulis oleh Sudarsono Katam, Bandung: Kilas Perisitiwa Di Mata Filatelis Sebuah Wisata Sejarah (2006), pada saat Jepang akan menduduki Bandung, Peneropong Bintang Booscha dianggap sebagai bangunan vital yang perlu dihancurkan, sehingga sempat dibom oleh pesawat tempur Jepang, tetapi luput dan beberapa bom yang jatuh tidak meledak.

"Setelah Jepang kalah dan Indonesia merdeka dari belenggu penjajah, direktur Booscha Jepang itu pulang, dan banyak alat-alat di Booscha yang diselamatkan oleh warga sekitar, itu bagi saya sangat mengharukan," tandasnya. (Akmal)

Sumber: