Wisata Glow Kebun Raya Terus Tuai Polemik, Bima Arya Sayangkan Sikap Pengelola
Salah satu spot di wisata Glow Kebun Raya Bogor.-(Foto: Yudha Prananda/Istimewa)-
BOGOR, RadarJabar - Polemik keberadaan wisata Glow di Kebun Raya Bogor (KRB) di bawah pengelolaan PT Mitra Natura Raya (MNR) hingga kini terus mencuat.
Teranyar, beredar suatu surat dari PT MNR kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor atas balasan dari surat yang dilayangkan Wali Kota Bogor, Bima Arya terkait dengan sikap pemkot terhadap Glow KRB.
"Saya mengirim surat ke PT MNR karena situasinya tidak juga kondusif, walaupun pemkot sudah berupaya memfasilitasi, ada beberapa langkah dari Pemkot meminta mereka untuk membangun komunikasi dengan IPB, Budayawan dan lainnya tetapi itu tidak berbuah hasil," ungkap Bima Arya kepada Jabar Ekspres dikutip Rabu, 5 Oktober 2022.
Dia mengaku, hal itu menjadi landasan pihaknya melayangkan surat kepada pihak PT MNR yang meminta agar menghentikan dahulu kegiatan Glow KRB tersebut.
Namun, itikad baik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk meredam polemik itu tak digubris. Pihak PT MNR malah membalas surat kepada Pemkot Bogor yang membuat Bima Arya meradang.
"Per tanggal 30 September 2022 saya menerima surat dari PT MNR yang kalau dari isinya saya menyimpulkan bahwa PT MNR ini keliru memahami kewenangan pemkot terhadap kebun raya," sebutnya.
Ia menyayangkan isi surat yang dilayangkan PT MNR kepada pihaknya itu, sebab bahasa dari surat tersebut dinilai sangat tidak pas, bahasanya mencerminkan pemahaman yang sangat keliru.
Dalam arti, tidak mengikuti kuputusan dari pemkot untuk menghentikan operasional, bahkan meminta wali kota menyampaikan langsung ke presiden.
"Ini pemahaman yang sangat keliru, saya kira pemkot akan mengevaluasi keberadaan PT MNR dan kerjasama dengan KRB. Kalau berdasarkan Undang-Undang dan aturan seharusnya begitu ada pihak ketiga disitu maka pemkot memiliki kewenangan untuk menarik pajak, bukan hanya retribusi dari KRB," bebernya.
Menurutnya, pemkot memiliki kewenangan untuk memberikan izin berdasarkan Perda Cagar Budaya tahun 2019, karena apapun kegiatan disitu harus meminta izin wali kota, karena wali kota telah menetapkan itu sebagai cagar budaya.
Adapun perda ini berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (UU 11/2010) jo Ketentuan Pasal 109 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya ( PP 1/2022) jo Ketentuan Pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Bogor No 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya bahwa setiap orang dapat melakukan Pengembangan Cagar Budaya setelah memperoleh Izin Wali Kota dan pemilik dan/atau yang menguasai cagar budaya.
Serta berdasarkan ketentuan Pasal 85 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2010 jo Pasal 44 ayat (3) Perda Nomor 17 Tahun 2019 tentang Cagar Budaya, Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan cagar budaya berupa ijin pemanfaatan, dukungan tenaga ahli pelestarian dan lain-lain.
"Bagaimana mungkin satu wilayah, yang luas di pusat kota menjadi herritage kota, sudah ditetapkan sebagai cagar budaya dan identitas karakter Kota Bogor, tetapi wali kota tidak memiliki kewenangan? Nah ini yang saya bilang pemahaman yang sangat keliru," pungkasnya.
Sementara itu, saat dihubungi Jabar Ekspres pihak PT. MNR enggan berkomentar.*** (YUD)
Sumber: Jabar Ekspres