Gelorakan 2024 Zero Stunting, Dinkes Jabar Targetkan Pemberian Asi Eksklusif 90 Persen

Gelorakan 2024 Zero Stunting, Dinkes Jabar Targetkan Pemberian Asi Eksklusif 90 Persen

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) tengah melangsungkan acara edukasi bersama Dinas Kesehatan Jawa Barat di Kiara Artha Park, Minggu (7/8). (Arvi/Jabar Ekspres)--

BANDUNG – Menurut data Survei Status Gizi Indonesa tahun 2021, prevalensi angka stunting di Jawa Barat masih terbilang tinggi, yakni berada di angka 24,5 persen. Hal ini yang menjadi perhatian pemerintah agar kasus stunting tidak melonjak tinggi.

Dinas Kesehatan Jawa Barat menggelar sosialisasi di ruang publik bersama Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Acara ini berisi sejumlah rangkaian edukasi bertema pemberian asi ekslusif pada ibu maupun calon ibu.

“Untuk menunjang stunting bisa turun, harus 90 persen pemberian asi eksklusif pada masyarakat Jawa Barat. Saat ini pemberian asi ekslusif kita itu berada di 52 persen. Nah itu makanya, semua lapisan masyarakat punya peran,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi saat ditemui Jabar Ekspres di Kiara Artha Park, Minggu (7/8).

Menurutnya, stunting yang merupakan problematika multisektoral ini, ditangani dengan berbagai solusi yang mencakup siklus hidup manusia. Mulai dari edukasi remaja putri hingga proses kelahiran bayi yang harus diperhatikan dengan baik.

“Kita edukasi bagaimana remaja putri ini harus minum tablet penambah darah satu minggu sekali. Yang kedua, pada masa ibu hamil, mereka harus mendapatkkan pemeriksaan kesehatan. Pada masa kehamilan mereka harus mendapatkan 90 tablet penambah darah selama kehamilannya,” terang Nina.

“Terus pada waktu melahirkan harus di fasilitas pelayanan kesehatan dan juga oleh tenaga kesehatan. Pada waktu bayi, mendapatkan mendapatkan imunisasi, penimbangan, mendapatkan gizi seimbang,” lanjutnya.

Siklus ini, kata dia, merupakan sebuah persiapan  agar ibu hamil melahirkan bayi yang sehat. Sehingga permasalahan balita kurus, balita stunting, bahkan balita overweight bisa terhindari. Siklus yang panjang ini, harus ditopang secara pentahelix.

“Pertama, faktor kesehatan tidak hanya dari Dinas Kesehatan saja, faktor kesehatan tidak hanya dari sisi pemerintah, masyarakat juga. Masyarakat, termasuk organisasi masyarakat juga ikut berperan. Ketiga itu peran swasta, yaitu di mal-mal, di pabrik memberikan akses untuk menyusui,” imbuh Nina.

"Keempat itu institusi pendidikan, disini (acara AIMI) banyak penelitian dan edukasi yang dilaksanakan. Kelima itu adalah peran media bagaimana mensosialisasikan ibu dan bayi agar bisa menyusui dengan baik,” sambungnya.

Saat ini industri di Jawa Barat memiliki program bertajuk GP2SP (Gerakan Pekerja Perempuan Sehat Produktif). Upaya ini merupakan peran pemerintah, masyarakat, pemberi kerja serta serikat pekerja untuk menggalang dan berperan serta guna meningkatkan kepedulian dan mewujudkan upaya memperbaiki kesehatan pekerja perempuan sehingga meningkatkan produktivitas kerja dan kualitas generasi penerus bangsa.

“Setiap tempat pemeriksaan kesehatan harus ada edukasi bagaimana cara pemberian asi yang baik, dan juga ibu-ibu diharapkan ikut kelas ibu agar mendapatkan edukasi. Ada pun peran dari industri maupun pabrik, bagaimana ibu diberikan akses untuk bisa memberikan asi kepada bayinya. Media juga berperan media bagaimana memberikan sosialisasi mengenai asi eksklusif,” tandasnya. (Arv)

 

 

Sumber: