Gejala Dan Penyebab Disleksia, Kondisi Yang Membuat Orang Kesulitan Membaca

Gejala Dan Penyebab Disleksia, Kondisi Yang Membuat Orang Kesulitan Membaca

Gejala Dan Penyebab Disleksia, Kondisi Yang Membuat Orang Kesulitan Membaca--

Menurut ahli, gangguan dalam kemampuan membaca ini mungkin bisa dikaitan dengan sebuah kondisi bernama disleksia.

Faktor penyebab disleksia pada anak ini menurut Halodoc, dapat disebabkan oleh faktor keturunan.
Kelahiran prematur atau bayi lahir dengan berat badan di bawah normal juga dapat menyebabkan disleksia.
Ibu hamil yang terpapar alkohol, nikotin, jenis obat atau zat kimia tertentu, juga dapat melahirkan anak dengan disleksia.
Memiliki efek yang berbeda pada masing-masing pengidapnya, disleksia hingga saat ini belum ada obatnya.
Hanya saja ada perawatan khusus yang bisa dijalani untuk membantu pengidap disleksia, untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Cara Membantu Anak agar Lebih Cepat Bisa Membaca.

 

Tidak semua anak dibekali dengan kemampuan belajar yang sama, salah satunya kemampuan untuk membaca.
Ada yang mudah dipelajari, namun ada juga yang berjuang untuk melakukannya.
Menurut ahli, ada enam alasan mengapa anak sulit belajar membaca.
Menurut Reading Rockets , anak yang mengenali bagaimana sebuah kata yang ditulis, atau bagaimana harus diucapkan, akan sulit belajar membaca.
Selain karena disleksia, keterbatasan kosakata, kurangnya waktu dengan buku dan tulisan.
Menurut ahli, ada suplemen anak yang mampu membantu buah hati Anda, untuk bisa lebih cepat dalam proses belajar membaca.
Salah satu suplemen ini, menurut ahli, ada kaitaanya dengan kandungan asam lemak baik omega 3 maupun omega 6.
Studi ini sendiri menggunakan data 154 anak usia antara 9 dan 10 tahun dalam kurun waktu 3 bulan. Dari situ didapatkan hasil yang menggembirakan.
Menurut ahli, setelah tiga bulan melakukan pengamatan, ditemukan bahwa manfaat asam lemak omega 3 dan 6 terhadap kemampuan membaca anak, tidak berhenti memberikan manfaat.
Demikian hasil peneliti dari University of Gothenburg di Swedia, yang mengungkapkan temuannya pada Journal of Child Psychology and Psychiatry, via Medical News Today.
Hanya saja yang menjadi kekurangan studi ini, adalah mereka tidak melibatkan anak-anak dengan gangguan hiperaktif atau ADHD.

Sumber: