Setelah Penggusuran di Jalan Laswi, Pagi Itu Membuat Sang Anak Trauma

Setelah Penggusuran di Jalan Laswi, Pagi Itu Membuat Sang Anak Trauma

Herdianto, 39, saat menenangkan ayah mertua ketika terjadi pengosongan lahan di Jalan Laswi, Kota Bandung, pada Rabu (20/7). -(Foto: Deni Armansyah/Jabar Ekspres)-

Pada saat pengosongan lahan terjadi di jalan Laswi, Bandung, terdapat dua orang anak berumur 13 dan 9 tahun mendekam bersama ibunya di sebuah kamar yang gelap. Lantaran listrik sudah dimatikan, ketiganya ketakutan. Sementara dari arah luar, belasan petugas PT KAI yang berada di ambang pintu, mulai berteriak, hendak merangsek masuk (cenderung mendobrak) serta memaksa mereka keluar.

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.

 

Herdianto, 39, saat ini hanya mengharapkan kedua anaknya terbebas dari trauma. Ayah sekaligus warga yang pada Rabu (22/7) saat kejadian, berada di Jalan Laswi dan turut mengalami pengosongan, sempat meminta tolong kepada petugas. Dia memohon supaya kedua anak dan istrinya, dibawa keluar oleh dirinya saja.

"Saya sendiri dikepung (petugas). Saya (berbicara) 'Pak, tolong di dalam ada anak kecil, ada istri saya. Tolong jaga psikologisnya. Anak saya tidak tahu apa-apa," ceritanya.

Dua puluh sampai tiga puluh orang, pada saat itu, dihadapi Anto. Dia sempat mengadang dan berkomunikasi dengan mereka. Kendati pada akhirnya berakhir sia-sia.

"Dia (anak-anak) sudah tidak mau keluar. Takut. Saya minta tolong, biar anak dan istri, saya yang keluarkan," ucapnya kepada Jabar Ekspres di Jalan Laswi, pada Jumat (22/7) sore.

Namun, ternyata puluhan petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, serta polisi khusus kereta api (polsuska) tidak mengindahkan permintaan Herdianto. Mereka tetap berusaha merangsek masuk. "Pintu, dua kali (didobrak), lalu (saat) kali ketiga, ditendang. Makin histeris anak dan istri saya," imbuh Anto, sapaan akrabnya.

Pada awal kejadian pun, Anto menceritakan, suara piring dan gelas pecah membuat panik anak-anaknya. Bahkan sampai memutuskan untuk tak beranjak pergi dari kamar. Sebuah kamar yang sudah gelap tanpa aliran listrik, dimatikan PT KAI. Ditambah dengan sejumlah orang yang berupaya merangsek masuk ke kamar. Tak ayal, sang anak trauma.

"Barusan mau berangkat ke sini juga, saya dilarang oleh anak. Saking masih takutnya," ujarnya.

Kini, melihat nasib sang anak, hanya membuat hati Anto meringis. Kejadian pagi itu ternyata amat membakas pada anaknya. Walaupun sudah berada di tempat yang aman, dia mengaku, sang anak sampai mengalami gangguan tidur. Malam kemarin, kata Anto, ketika lekas pergi tidur. Sang anak menangis.

"Ayah takut kejadian gitu lagi," ujar Anto mengulang perkataan anaknya yang berusia 9 tahun. "Enggak, Dek, kita sudah kumpul," jawabnya.

"Jadi, dia masih trauma. Saya takut dan khawatir, (traumanya) terbawa sampai dewasa," kata Anto dengan suara yang tertahan.

Hati seorang ayah yang dimilikinya, saat ini benar-benar hanya tertuju pada anaknya. Dia berharap sang anak bisa melupakan tragedi tersebut. Anto tidak ingin sang anak memiliki trauma berkepanjangan. Sama seperti sang anak ketika berada di dalam kamar, sekarang, Anto yang ketakutan.

"Saya pun bingung. Psikis, kan, enggak kelihatan. Kalau dipukul (terlihat) bengkak. Psikis, kalau dia masih terbayang terus, kan, kami tidak tahu," pungkasnya.

Sumber: Jabar Ekspres