Sabubukna! Warga Dago Elos Bakal Bertahan Bagaimana Saja Caranya

Sabubukna! Warga Dago Elos Bakal Bertahan Bagaimana Saja Caranya

Forum Dago Melawan saat melakukan konferensi pers di Balai RW 2 Dago Elos, menyatakan sikap tolak putusan PK, beberapa waktu lalu. -(Foto: Deni Armansyah/Jabar Ekspres)-

WARGA Dago Elos sudah tidak ada pilihan selain bertahan. 20, 40, sampai 60 tahunan merupakan angka yang menjelaskan bahwa warga telah hidup dan tumbuh di lahan yang saat ini dipersengketakan. Pemerintah belum pernah turun tangan. Sekali pun, batang hidung mereka tak pernah kelihatan.

Muhamad Nizar, Jabar Ekspres.

 

Lapangan Balai RW 2 Dago Elos, Kota Bandung kini tak pernah lagi sepi. Aktivitas warga sehari-hari-lah yang mengisi. Bermain bola voli, menggambar, anak-anak yang berlari adalah bukti yang ada setiap menjelang sore hari.

Namun, keramaian tersebut bakal menghilang apabila lahan yang dipersengketakan, kena penggusuran. Hampir seluruh warga tidak memiliki tempat singgah cadangan. Pikiran menganggu pun tiap hari muncul dalam ingatan.

"Enggak punya aset lain. Sabubukna (sebubuknya). Saya tidak akan pergi gitu saja," ucap seorang warga Dago Elos, Yuli Yulia, 27, kepada wartawan, pada Sabtu (9/7).

Dirinya lahir dan bertumbuh di antara lahan seluas 6,3 hektar yang jadi sengketa. "Kami tinggal di sini tidak satu atau dua tahun. Sabubukna."

Sabubukna. Satu kata yang memiliki arti bahwa warga Dago Elos tetap bertahan sampai bubuk. Sebubuknya.

"Adu kekuatan. Pakuat-kuat. Enggak akan memberi lahan begitu saja," imbuh Yuli. "Sewaktu ada kabar menang, kami senang. Tapi sekarang malah keluar keputusan kalau ada PK."

Begitu pun Taufik, 40, seorang warga dengan letak rumah yang tidak sepelemparan batu jauhnya dari Lapangan Balai RW 2 Dago Elos.

Pemerintah, kata Taufik, sudah tidak bisa diharapkan. "Enggak ada menengok sama sekali," katanya, "Kebanyakan warga sudah enggak mikirin mau ke mana. Sekarang ini, mikirin gimana caranya kami bisa bertahan. Sabubukna."

Dia pun menuturkan, anak perempuannya yang sudah menginjak umur 10 tahun bahkan sudah paham betul perihal konflik yang tengah terjadi di tempat dirinya bertumbuh.

"Mempertanyakan tentang nasib ruang hidupnya. 'Ayah, kita mau ke mana, kalau rumah kita diancurin sama bulldozer, kita mau kemana? Nanti seperti apa?" tuturnya.

"Jujur, saya nangis. Tapi, ya, saya ceritakan: 'Kalau kita digusur, kita enggak punya rumah. Enggak tahu mau ke mana. Nangis," imbuhnya.

Dirinya menjadi resah. Selain lelah memikirkan kehidupan, mengingat saat ini tengah menganggur, bahkan Taufik mesti memikirkan tempat tinggalnya yang belum tuntas.

"Kan, jadi sebuah pertanyaan buat pemerintah. Kita itu sebenarnya sudah merdeka atau belum? Ini lahan punya rakyat," tanyanya.

Sumber: Jabar Ekspres