Studi: Virus Cacar Monyet Bermutasi Lebih Cepat
--
Virus cacar monyet tampaknya telah bermutasi jauh lebih banyak dari yang diperkirakan. Dilansir Gulf News, hal ini diungkap oleh para peneliti yang menyelidiki susunan genetik dari virus tersebut.
Newsweek melaporkan, menurut para peneliti dari National Institute of Health di Portugal, sekitar 50 variasi genetik terlihat pada virus cacar monyet yang mereka pelajari dibandingkan dengan yang berasal dari 2018 dan 2019.
Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Nature Medicine, mereka menuliskan jika ini jauh lebih dari yang diperkirakan. Hal ini mengingat perkiraan sebelumnya dari tingkat mutasi orthopoxvirus (golongan dari monkeypox) antara enam dan 12 kali lebih banyak. Variasi genetik yang signifikan ini mungkin menunjukkan adanya percepatan evolusi.
“Data kami mengungkapkan petunjuk tambahan tentang evolusi virus yang sedang berlangsung dan potensi adaptasi manusia,” tulis tim tersebut. Mereka menambahkan bahwa tim telah mengidentifikasi protein yang diketahui berinteraksi dengan sistem kekebalan manusia.
Joao Paulo Gomes, kepala Unit Genomics & Bioinformatics di National Institute of Health di Portugal yang juga salah satu penulis studi mengatakan, tidak diketahui apakah mutasi telah berkontribusi pada peningkatan penularan antar manusia.
Menurut WHO ada lebih dari 3.200 kasus cacar monyet yang dikonfirmasi dan satu kematian dilaporkan dalam enam minggu terakhir dari 48 negara di mana penyakit cacar monyet biasanya tidak menyebar.
Sejauh tahun ini hampir 1.500 kasus dan 70 kematian di Afrika tengah, di mana penyakit ini lebih umum ditemukan, juga telah dilaporkan, terutama di Republik Demokratik Kongo.
Monkeypox, penyakit virus yang menyebabkan gejala mirip flu dan lesi kulit, sebagian besar telah menyebar pada pria yang berhubungan seks dengan pria di luar negara endemik.
Menurut WHO penyakit ini memiliki dua clades - strain Afrika Barat, yang diyakini memiliki tingkat kematian sekitar 1 persen dan yang merupakan strain yang menyebar di Eropa dan tempat lain, serta strain Congo Basin, yang memiliki tingkat kematian mendekati 10 persen.
Sumber: