Lingkar Madani Indonesia Desak Kasus Sumedang Disegerakan, Guna Lindungi Hak Masyarakat

Lingkar Madani Indonesia Desak Kasus Sumedang Disegerakan, Guna Lindungi Hak Masyarakat

Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti juga mengingatkan law enforcement harus disegerakan.--

Lingkar Madani Indonesia mendesak agar aparat penegak hukum segera memproses kasus dugaan pengambilan mata air tanpa izin oleh PT DFT di Sumedang. Karena seain mengambil, perusahaan tersebut juga diduga melakukan penjualan air tersebut ke industri tanpa izin,

Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti juga mengingatkan law enforcement harus disegerakan, guna menjaga dan melindungi hak masyarakat terhadap pemanfaatan mata air.

“Dugaan kasus ini harus segera ditindak, agar tidak berlarut-larut. Penegakan hukum diperlukan, untuk menjaga dan melindungi hak masyarakat terhadap pemanfaatan mata air di wilayahnya,” tegas Ray saat dihubungi dari Bandung hari ini.

Desakan Ray Rangkuti, menguatkan tuntutan berbagai kalangan agar dugaan kasus tersebut segera diproses hukum. Beberapa pihak yang sebelumnya menyuarakan penyelesaian kasus ini, antara lain anggota DPR RI TB Hasanuddin, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, WALHI Jawa Barat, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah.

Selain itu juga ada pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah, pakar hukum Universitas Trisakti Yenti Garnasih. Bahkan, tokoh Jawa Barat yang juga mantan anggota Komisi III DPR, Deding Ishak Ibnu Sudja, juga mendesak agar dugaan kasus tersebut segera diproses hukum. Apalagi, kasus tersebut juga diduga berpotensi merugikan keuangan negara.

Ray menjelaskan bahwa Undang Undang Dasar 1945 dengan tegas mengatur, bahwa bumi, air dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

“Untuk itu, segala bentuk pelanggaran yang terkait, memang harus diproses secara hukum,” kata Ray.

Sementara, sebagaimana diketahui, pengambilan air untuk usaha komersial yang dijual ke perusahaan-perusahaan dengan tidak memiliki izin, adalah perbuatan tindak pidana yang melanggar UU Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 49 ayat (2) UU tersebut mengatakan, penggunaan Sumber Daya Air untuk kebutuhan usaha harus memiliki izin. Dan jika tidak memiliki izin namun sengaja melakukan kegiatan seperti pasal 49 ayat (2), maka maka berdasarkan pasal 70, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama tiga tahun.

Selain itu, juga dikenakan denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar. Dalam konteks ini, Ray mengatakan, bahwa Pemda bisa berperan lebih besar. Jika diduga terdapat pelanggaran oleh PT DFT, maka Pemda harus mendorong aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan.

“Dengan begitu, publik akan melihat bahwa Pemda terkait telah menjalankan peran dan fungsinya dengan baik. Termasuk menjaga dan melindungi hak masyarakat terhadap pemanfaatan mata air di wilayahnya,” lanjut Ray.

Menurut Ray, Pemda merupakan bentuk representasi negara di level daerah. Peran Pemda sangat penting, untuk memastikan penguasaan negara atas seluruh sumber mata air di wilayahnya. Termasuk di dalamnya, jika terjadi pelanggaran terhadap pemanfaatan sumber daya air tersebut, seperti yang diduga dilakukan PT DFT.

"Sebagai tuan rumah, mereka (Pemda) harus paling depan dalam penertiban segala bentuk pelanggaran hukum di wilayahnya. Mereka juga punya kewajiban menyediakan air bersih untuk warganya, yang dalam hal ini diduga diserobot korporasi. Kalau hanya masyarakat yang bergerak (menuntut penegakan hukum), tidak akan kuat. Pemda yang harus maju, dorong penegak hukum untuk segera ambil tindakan," ujar Ray. (*)

 

Sumber: