Tanggapan Dewan Soal Sengketa Lahan di Dago Elos
UNJUK RASA: Ratusan warga Dago Elos - Cirapuhan menggeruduk kantor BPN Kota Bandung untuk berunjuk rasa, meminta ketegasan BPN soal sengketa kepemilikan lahan, pada Senin (20/6) siang. -Deni/Jabar Ekspres-
BANDUNG - Warga yang menempati lahan di Dago Elos, Kota Bandung masih memperjuangkan hak atas kepemilikan tanahnya. Seusai muncul putusan dari Mahkamah Agung (MA), yang mengamini permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari pihak penggugat. Warga bertekad terus bertahan.
Pasalnya, pada dua tahun yang lalu, warga sudah mendapatkan angin segar lewat kemenangan di tingkat kasasi. Yakni kemenangan atas tiga ahli waris dari keluarga Muller yang mengklaim atas tanah seluas 6,9 hektar di Dago Elos.
Hakim MA saat itu memutuskan, eigondom vervoding atau hak milik dalam produk hukum pertanahan kolonial Belanda atas nama 'George Henrik Muller' sudah berakhir. Lantaran paling lambat dilakukan pengajuan konversi seharusnya pada 24 September 1980.
Namun berdasarkan putusan PK yang dikabulkan MA belum lama ini, seolah-olah hakim memiliki sikap berkebalikan dengan putusan kasasi.
Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Kota Bandung Komisi A, Erick Darmadjaya turut mempertanyakan sikap dari penggugat.
"Kenapa enggak dari dulu menggugatnya? zaman masih berlaku (verponding). Kenapa harus tahun-tahun sekarang?" kata dewan dari fraksi PSI tersebut, kepada Jabar Ekspres, Selasa (21/6).
Dia menjelaskan, kasus yang mendera warga Dago Elos ialah satu dari sekian banyak korban dari para pemain 'verponding'.
"Pekerjaan rumah yang besar dan harus bersama-sama (ditangani). Pemain-pemain eigondom verponding. Secara pemahaman saya dan aturan yang berlaku, memang sudah tidak boleh. Tapi masih ada celah," ujarnya.
"Kadang-kadang begini celahnya terjadi, lantaran ada mafia kasus, markus atau calo. Kalau enggak (mengincar) ganti rugi, biasanya, ujung-ujungnya dia kalah," tandasnya.
Dia pun menambahkan, warga yang tersandung masalah yang serupa. Di kemudian hari, seharusnya meminta bantuan para anggota DPRD Kota Bandung. Sampaikan aspirasi.
"Kalau misalnya ada kebuntuan, aspirasinya ada di DPRD Kota Bandung. Audiensi lagi ke DPRD, bikin surat, masalahnya apa? Jadi resmi. Nanti, kan, yang mikir dewan," imbuh Erick.
Mengingat saat ini, kata Erick, kasus sengketa sudah ditangani peradilan. DPRD Kota Bandung tak bisa ikut campur.
"Sekarang, tergantung putusan hakim. Bagaimana hasil telaah dalil-dalil dari masyarakat dan yang mengaku keturunannya. Kini ranahnya sudah ada di pengadilan, jadi bukan ranah DPRD lagi, sekarang di pengadilan dengan dalil-dalil hukum," pungkasnya. (zar)
Sumber: