Sudjiwo Tejo: Sila Ketiga Pancasila Rontok Akibat Kadrun dan Cebong

Sudjiwo Tejo: Sila Ketiga Pancasila Rontok Akibat Kadrun dan Cebong

JAKARTA – Istilah Kadrun dan Cebong hingga kini masih saja ramai diperbincangkan, meski pilpres sudah usai. Saking mendarah dagingnya, dua kubu berseteru tersebut kerap saling serang satu sama lain di dunia maya. Ini pula yang mengusik budayawan Agus Hadi Sudjiwo atau yang dikenal dengan nama Sudjiwo Tejo. Dia berhara, Menko Polhukam, Mahfud MD bisa memberikan arahan kepada Komjen Listyo Sigit Prabowo jika telah dilantik sebagai Kapolri menggantikan Idham Azis. Sudjiwo Tejo berharap agar istilah ”Kadrun” dan ”Cebong” bisa dilarang penggunaannya di media sosial. Sebab menurutnya, ke dua istrilah itu menjadikan kubu-kubu hingga perpecahan. ”Prof @mohmahfudmd, gimana kalau Kapolri baru Jend Listyo penjenengan perintahkan melarang istilah “Kadrun” dan “Cebong” dan seluruh ungkapan sejenis yang memperkokoh kubu-kubuan? Ini kelihatan remeh.. tapi menurut saya esensial dalam konteks Sila ke-3,” tulis Sudjiwo Tejo di twitter-nya, Kamis (21/1). Dia menduga, bisa saja ada pihak yang melanggengkan dua istilah itu. Akan tetapi dampak keretakan persatuan bangsa dari dua istilah itu jauh lebih besar. ”Walau mungkin ada pihak2 yg justru dapat proyek dgn dilanggengkannya istilah pengkubuan “Kadrun”- “Cebong” .. dampak keretakannya jauh berlipat lebih besar bila dikonversi ke uang devisa akibat bangsa ini rukun lalu bergotong-royong bikin berbagai produk ekspor,” katanya. Di sisi lain, Calon Kapolri Komjen Pol Listyo Sigit menegaskan, pihaknya akan menghadirkan wajah penegak hukum yang humanis sehingga tak ada penegakan hukum yang tajam ke bawa dan tumpul ke atas. ”Penegakan hukum harus tegas namun humanis. Kepemimpinan saya nanti jadi fokus utamanya mampu menghadirkan wajah Polri yang berikan masyarakat penegakan hukum yang berbasis keadilan, menghormati HAM dan mengawal demokrasi,” kata Listyo Sigit dalam uji kelayakan calon Kapolri, di Ruang Rapat Komisi III DPR, di Jakarta, Rabu (20/1). Dia mencontohkan kasus hukum yang pernah di alami oleh seorang nenek bernama Mina yang dihukum karena mengambil kakao untuk bisa bertahan hidup, namun dipenjarakan. Menurut dia, Polri ke depan tidak perlu memaksakan suatu kasus diproses hukum secara tuntas hingga divonis hukum karena harus dilihat kasus-nya secara arif dan bijaksana. ”Ini harus dilihat dengan arif dan bijaksana karena tentang rasa keadilan, kalau perlu buat pola yang baik, pertemukan masing-masing pihak,” ujarnya. (dal/fin)

Sumber: